Pengesahan Nama Korps, Satuan dan Baret KKO AL Sebagai Pasukan Pendarat Amfibi

Lencana Corps Armada-IV


Oleh : Pudji Widodo

Hari jadi Korps Marinir TNI AL tanggal 15 November 2023, tidak hanya diperingati dengan upacara parade, tetapi juga dilaksanakan serah terima jabatan Komandan Korps Marinir (Dankormar). Jabatan Dankormar diserahterimakan dari Letjen TNI (Mar) Nur Alamsyah kepada Mayjen TNI (Mar) Endi Supardi. Hari jadi Korps Marinir TNI AL, ditetapkan berdasar keberadaan Corps Mariniers (CM) yang tercatat telah terbentuk pada 15 Nopember 1945 di Tegal.

Menyusul peresmian BKR Laut setelah proklamasi kemerdekaan RI, tumbuh pula kesadaran adanya peran khusus satuan tempur matra laut. Pada periode 1945-1950 terdapat 8 nama badan perjuangan di beberapa kota pelabuhan. Nama satuan matra laut tersebut adalah Pasukan 0032, Pasukan O, Pasukan L, Marine Keamanan Rakyat, Corps Marine Diponegoro, Tentara Laut Republik Indonesia (TLRI), Corps Mariniers dan Korps Pertahanan Pantai. Pucuk pimpinan TKR Laut berupaya menyatukan badan-badan perjuangan dan pada tanggal 19 Juli 1946 resmi digunakan nama Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). 

Pada awal 1948, pimpinan ALRI menetapkan organisasi ALRI yang semula tersusun dari bentuk Pangkalan menjadi formasi wilayah Corps Armada (CA). Terdapat 6 wilayah ALRI di seluruh Jawa, yaitu CA-I di Blitar, CA-II di Cilacap, CA-III Cirebon, CA-IV di Pekalongan, CA-V di Juana dan CA-VI Tulungagung. Satuan CM terbesar tergabung dalam CA-IV Tegal.

Perubahan organisasi pangkalan disebabkan situasi Perang Kemerdekaan I dan dampak perjanjian Renville yang membuat unsur-unsur pelaut dan Corps Mariniers (CM) ALRI lebih dominan bertempur di darat, karena pangkalan tidak berfungsi dan terbatasnya alutsista. Situasi medan tempur tersebut melahirkan istilah "ALRI Gunung." Oleh karena itu penetapan identitas Corps Armada adalah bentuk upaya memelihara jiwa bahari. Sedang bagi CM merupakan wahana menumbuhkan kesadaran pentingnya keberadaan infanteri laut. 

Perjanjian Renville  menyebabkan satuan ALRI di Pekalongan - Tegal dan perbatasan Semarang-Kedu menghentikan serangan terhadap Belanda, meninggalkan  wilayahnya dan mengadakan konsolidasi di Wonosobo dengan pasukan ALRI dari Yogyakarta. Di tengah perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari agresi Belanda, terjadi friksi internal antara pimpinan di Markas Besar Tertinggi (MBT) ALRI Lawang dan Markas Besar Umum (MBU) ALRI Yogyakarta. Markas Besar Tertinggi Lawang menetapkan kebijakan agar unsur corps mariniers CA-IV bergabung dengan Divisi II Tentara Laut Republik Indonesia (TLRI).

Kabinet Hatta yang menggantikan kabinet Amir Syarifuddin, saat itu melaksanakan program Reorganisasi dan Rasionalisasi (ReRa) Angkatan Perang. Salah satu alasan ReRa adalah pemerintah tidak sanggup menyediakan anggaran bagi Angkatan Perang. Di jajaran ALRI dilakukan  seleksi ulang kualifikasi personel dan memindah status prajurit dengan menggabungkan ke dalam satuan angkatan darat. 

Upaya regrouping dengan TLRI tidak dilaksanakan oleh Mayor R. Soehadi sebagai pemimpin yang membawahi 5 Batalyon CM. Keputusan Mayor R. Soehadi bukan tanpa alasan, beberapa satuan TLRI yang tidak puas dengan program ReRa Angkatan Perang karena harus dilebur bersama satuan angkatan darat, justru berafiliasi dengan Front Demokrasi Rakyat-PKI. Pimpinan TLRI yang menentang program ReRa menghasut bekas pasukan TLRI yang kemudian terlibat dalam pemberontakan PKI Madiun pada September 1948.

Untuk kepentingan taktis, dengan identitas Resimen Samudra, unsur CM bergabung dengan Divisi Diponegoro Angkatan Darat, meskipun administrasi tetap di bawah MBU ALRI Yogyakarta. Bersama satuan Angkatan Darat, Resimen Samudra di front Parakan harus menumpas pasukan angkatan darat bekas TLRI Batalyon Darsono dan Batalyon Mahmoud yang diantara anggotanya berasal dari Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo). Dua batalyon pasukan ini terlibat pemberontakan PKI. 

Menghadapi pemberontakan PKI, pasukan ALRI di Jawa Tengah dan Jawa Timur bersikap tegas mendukung pemerintah RI. Selain di Parakan, pasukan ALRI juga berperan di front Juana dan Kediri. Tidak lebih dari 10 hari, unsur FDR/PKI di wilayah Temanggung-Parakan-Candiroto-Ngadirejo telah ditumpas oleh Resimen Samudra bersama satuan angkatan darat.

Di tengah gencarnya penumpasan pemberontakan PKI Madiun, Menteri Pertahanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor A/565/48 tanggal 9 Oktober 1948 yang menetapkan Peraturan Pangkat Angkatan Laut dalam Reorganisasi dan Rasionalisasi. Pasal 1 ayat 1 dalam keputusan tersebut menyatakan bahwa ALRI terdiri dari lima Corps Kecabangan yaitu Pelaut, Mesin, Administrasi, Komando dan Kesehatan. 
(Surat Keputusan Nomor A/565/48 tanggal 9 Oktober 1948, sumber : Buku Sejarah Kesehatan TNI AL)

Maka sejak tanggal 9 Oktober 1948, nama Corps Mariniers berganti menjadi Korps Komando Angkatan Laut (KKO AL). Menindaklanjuti keputusan Menhan RI, Kasal menerbitkan instruksi nomor 65/KSAL/51 yang menyebutkan bahwa pembentukan Korps Komando perlu terus disempurnakan. Selanjutnya KKO AL bersama seluruh komponen angkatan perang tumbuh berkembang di tengah keterbatasan negara yang baru merdeka.

Perkembangan organisasi KKO AL diikuti dengan ujian terhadap kemampuannya. Pada tahun 1950 - 1961 pemerintah dirongrong berbagai gerakan separatis di beberapa daerah. Operasi militer yang melibatkan KKO AL adalah penumpasan DI/TII (Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Aceh Timur) dan penumpasan PRRI/Permesta (Pekanbaru, Padang. Bitung-Manado, Morotai). Operasi Indra pada tahun 1953 untuk menumpas gerakan DI/TII, merupakan operasi yang pertama dilakukan menggunakan prosedur pendaratan amfibi di pantai Indramayu.

Pada pelaksanaan tugas operasi militer, menunjukkan KKO AL bukan hanya berperan sebagai pasukan pendarat. Kemampuan melaksanakan operasi di hutan dan pegunungan sebagai operasi darat lanjutan, membuktikan KKO AL mampu bertugas di segala medan. Selanjutnya setelah tahun 1961, KKO AL sudah harus mempersiapkan diri melaksanakan Operasi Trikora untuk merebut Irian Barat.

Berbagai tugas menegakkan kemerdekaan telah ditunaikan dengan gemilang oleh KKO AL. Keberhasilan tersebut berbuah imbalan penghargaan dari Presiden Soekarno berupa Panji Unggul Jaya KKO AL yang diterima pada tanggal 15 November 1959. Penghargaan tersebut merupakan kehormatan bagi KKO AL, yang nilainya dibangun dari darma bakti dan pengorbanan generasi awal KKO AL. 

Kehormatan  tersebut layak dipresentasikan dalam identitas postur prajurit. Identitas yang diharapkan membangkitkan motivasi setiap prajurit agar menjaga nama besar dan kehormatan satuan serta ikatan jiwa yang bertekat melanjutkan pengabdian setiap generasi KKO AL kepada negara dan bangsa. 

Identitas yang mewakili nilai-nilai luhur yang dipegang teguh KKO AL tersebut, tampaknya menjadi ide internal untuk diwujudkan dalam bentuk  baret sebagai kelengkapan pakaian seragam prajurit KKO AL. KKO AL adalah entitas khusus dan layak menggunakan identitas khusus sebagai representasi kebanggaan dan kehormatan. Penggunaan baret KKO AL ditetapkan dalam Instruksi KKO No 10135.17 tanggal 20 Juli 1961.

Wasana kata

Sejak lahir pada tahun 1945 sebagai Corps Mariniers sampai tahun 1961, KKO AL senantiasa hadir di semua palagan pertempuran di seluruh tanah air. Mencermati tumbuh kembangnya antara 1948 - 1961, tampak KKO AL di tengah keterbatasan dan tuntutan penugasan berupaya melaksanakan darma bakti terbaik kepada bangsa dan negara. 

Penghargaan Panji KKO AL merupakan pengakuan peran signifikan pasukan pendarat bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal tersebut sesuai tindak lanjut ReRa yang dalam pertemuan para perwira KKO AL pada bulan November 1951 berkesimpulan bahwa KKO AL akan ditingkatkan menjadi pasukan pendarat amfibi yang tangguh dan profesional.

Perjalanan sejarah mengharuskan KKO AL pada tanggal 15 November 1975 kembali menggunakan nama awalnya ketika dibentuk yaitu Korps Marinir sesuai fungsi asasinya sebagai pasukan pendarat. Namun mengulik mengapa sempat berlabel komando dan memilih baret ungu tetaplah menarik (pw).


Pudji Widodo
Sidoarjo, 28112023 (141)
Telah diunggah di eskaber30112023
Rujukan tulisan :
1. Bramasthagiri : Resimen Samudera dan Corps Armada IV. Majalah Dharmasena No. 07, Desember 1987.
2. Duto S : Marinir TNI AL Masa Lalu. Sekarang dan Masa Datang. Majalah TSM No.39 Tahun III November 1989.
3. Jawatan Kesehatan TNI AL : Sejarah Kesehatan TNI Angkatan Laut. 1980
4. Muzzaki AM : KKO Hingga Marinir 1948 - 1975, Pasang Surut Pasukan Pendarat TNI AL, Matapadi Presindo, 2020.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Legwraps sepatu tentara bukan aksesori tanpa makna

Bukan Sekedar Membangun Citra, Kompi Protokol Mabes TNI AL Ganti Kostum