Susuk magis di pinggang Pak N
sumber foto : antaranews.com
Oleh : Pudji Widodo
Potongan lidi di dalam kaos kaki
Di Sekolah Dasar Surabaya tempat saya dulu belajar ada guru agama Islam, Pak Soleh namanya. Pada waktu tertentu beliau memperagakan jurus pencak silat di kelas. Kami harus merapatkan meja dan bangku belajar ke belakang agar tersedia ruang yang cukup di depan kelas untuk Pak Soleh berolah jurus. Sebagian murid menyaksikan kepiawaian beliau dengan berdiri di atas bangku.
Pernah ada Porseni SD se Kecamatan Wonocolo. Kepada setiap pemain sepakbola yang mewakili sekolah saya, beliau memberi potongan lidi sepanjang korek api. Lidi tersebut diletakkan dalam kaos kaki. Katanya agar setiap pemain kuat lari dan tidak mudah dijatuhkan lawan.
Apa yang dilakukan Pak Soleh adalah upaya sesaat, selama berlangsungnya porseni saja. Pak Soleh memberi sugesti dan pembangkit motivasi semangat bertanding. Namun bagi para murid hal itu tak beda sebagaimana warga masyarakat mempercayai khasiat jimat. Bedanya waktu penggunaan jimat permanen dalam berbagai bentuk, misal ikat pinggang, cincin atau kalung.
Selain di permukaan badan, ada pula material yang ditanam di bawah permukaan kulit, namanya susuk. Susuk dipakai untuk berbagai keperluan. Ada yang dipasang di wajah untuk meningkatkan pesona daya pikat, untuk menjaga stamina maupun yang berhubungan dengan sakit penyakit.
Material susuk berasal dari logam bahkan ada yang dari emas. Ada wujud tentu ada harga mengikuti prinsip ekonomi. Maka ongkos memasang susuk dari logam mulia logikanya lebih mahal.
Pasang susuk karena pinggang sering pegal dan nyeri.
Beberapa waktu lalu saya menghadiri peringatan1000 hari meninggalnya kerabat. Di antara yang hadir ada seorang pria sepuh berusia 69 tahun, panggil saja Pak N Kami sempat berbincang tentang masalah penyakit ginjal.
Pak N baru saja menjalani operasi batu ginjal. Total Pak N telah mengalami 5 kali tindakan untuk membuang batu yang bersarang di ginjalnya. Untuk operasi pertama Pak N yang pekerja swasta dibiayai dana kesehatan ABRI karena isterinya berstatus PNS Kemhan, sedang empat tindakan lainnya didukung BPJS.
Pada tahun 1989 Pak N untuk pertama kali menjalani operasi bedah terbuka. Sesuai prosedur praoperasi Pak N harus menjalani foto rontgen area perut. Hasilnya adalah tampak citra 4 garis, masing-masing sepanjang 1,5 Cm di pinggang Pak N. Itulah susuk yang terpasang sejak tahun 1987 untuk mengobati pinggang Pak N yang sering pegal dan nyeri.
Meskipun sudah tahu ada benda asing di tubuh Pak N, dokter bedah tetap mengkonfirmasi temuan tersebut kepada Pak N. Mendengar alasan mengapa Pak N menggunakan susuk, dokter bedah tertawa dan mengomentari "sudah jaman pesawat apollo, mengapa masih pakai cara seperti itu." Padahal saat itu pesawat luar angkasa seri terakhir Apollo-16 pun sudah diganti pesawat ulang-alik.
Batu di ginjal itulah yang menyebabkan pinggang Pak N sering nyeri dan pegal, bukan karena terlalu lelah bekerja. Dokter bedah RSAL dr. Ramelan membuat sayatan di punggung Pak S untuk mengeluarkan batu sebesar biji salak yang pertama. Dua puluh tujuh tahun setelah operasi ginjal pertama, penyakit batu ginjal Pak N kambuh lagi.
Sejak tahun 2016 sampai 2020 batu ginjal Pak N kambuh tiga kali. Kali ini tidak perlu bedah terbuka. Batu tersebut dihancurkan dengan menggunakan teknologi gelombang kejut "Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy" (ESWL). Serpihan batu seperti pasir selanjutnya keluar melalui saluran kemih. Dua hari pasca tindakan ESWL Pak R sudah bisa menjalani aktifitas sehari-hari.
Mistis tradisional di tengah society 5.0
Masih tersisa satu batu lagi di ginjal Pak N yang besarnya lebih dari 2 Cm dan tidak bisa dihancurkan dengan ESWL. Nah pada awal April 2022 Pak N kembali menjalani operasi. Kali ini Pak N menjalani tindakan Percutaneus nephrolithotomy - nephrolithotripsy (PCNL).
Instrumen PCNL disebut nefroskop, berupa selang yang dilengkapi kamera dan pengangkat batu. Dokter urologi membuat sayatan di punggung Pak N untuk memasukkan PCNL sampai menjangkau ginjal dan mengambil batu.
Serangkaian pemeriksaan laboratorium dan radiologi dijalani Pak N untuk memastikan tidak ada kontra indikasi operasi. Prosedur praoperasi foto rontgen kembali menunjukkan posisi susuk dengan jumlah dan lokasinya tidak berubah seperti pada tahun 1989.
Maka lagi-lagi susuk metal yang masih bersarang di bawah kulit Pak N menjadi gurauan. Saya membayangkan komentar dokter spesialis urologi yang memeriksa Pak N. Mungkin dokter spesialis tersebut mengatakan : "Sudah jaman Society 5.0 kok masih pakai susuk."
Sesuai tugasnya dokter urologi hanya mengambil batu ginjal. Material susuk tetap dibiarkan di tempatnya, menjadi koleksi Pak N sepanjang hidupnya. Susuk di tubuh Pak N menjadi catatan, bahwa ada kepercayaan mistis tradisional yang tidak mudah luntur hilang tertelan kemajuan teknologi.
Saat ini dunia bergerak mewujudkan society 5.0 yang dipelopori Jepang melalui kebijakan pemerintahnya. Sebagai konsep, society 5.0 berupaya mewujudkan tercapainya pembangunan ekonomi dan solusi untuk mengimbangi masalah sosial yang timbul akibat kemajuan teknologi.
Kehadiran Artificial Intelligence (AI), Internet dan robotika sebagai kemajuan teknologi, juga telah memberi manfaat pada pelayanan kesehatan, khususnya pada deteksi dini penyakit dan penggunaan robot yang dapat meringankan beban perawatan.
Namun paradoks dengan hal tersebut, dan menjadi tantangan para pemangku kepentingan, bahwa di Indonesia masih terus berulang ditemukan fenomena batu Ponari di Jombang, pengobatan Ningsih Tinampi di Pasuruan dan Abah Abdul di Bogor.
Maka tak heran bila Pak N sampai puluhan tahun tetap setia menggunakan susuk di pinggangnya. Semoga Pak N tidak perlu operasi batu ginjal lagi (pw).
Pudji Widodo,
Sidoarjo, 20062022 (110).
Sumber foto : antaranews.com
Telah diunggah di eskaber.com, 21/06/2002.
Komentar
Posting Komentar