Ketika Tujuan Keolahragaan Tersandera Relasi Palestina-Israel
Oleh : Pudji Widodo
FIFA menolak intervensi
Lolos hukuman FIFA pada kasus tragedi Kanjuruhan, membuat beberapa pihak elemen bangsa Indonesia mencoba mendikte FIFA. Seperti pada tahun 2015, kali ini FIFA bersikap tegas dan vonis telah dijatuhkan, Piala Dunia (Pildun) sepak bola U20 batal diselenggarakan di Indonesia. Beruntung FIFA hanya memberi sanksi ringan untuk PSSI (baca Indonesia).
Bila FIFA mau, sebenarnya bisa langsung menghukum Indonesia akibat tewasnya 135 orang yang berdesakan menghindari gas air mata dalam Stadion Kanjuruhan usai laga Persebaya-Arema Oktober 2022. Andai Indonesia saat itu mendapat sanksi berat FIFA, ini akan membuat gelaran Pildun U20 Maret 2023 otomatis batal lebih awal. Tidak ada gonjang-ganjing tentang kehadiran atlet Israel dan tidak ada yang mendapat panggung politik.
Tragedi Kanjuruhan tak berbuah sanksi, bahkan FIFA mendukung rencana transformasi persepakbolaan Indonesia. Presiden Joko Widodo pun mengundang Presiden FIFA Gianni Infantino hadir pada forum KTT G20. Di hadapan para pemimpin negara anggota G20 Gianni Infantino menyatakan sepak bola adalah hal yang unik juga menyatukan dunia. Dengan kata lain, sepak bola menjadi sarana membangun perdamaian.
Sebelum sanksi pencabutan status tuan rumah Pildun U20, pada tahun 2015 FIFA pernah memberi sanksi Indonesia akibat Kemenpora melakukan intervensi kepada PSSI. Saat itu Kemenpora yang membekukan PSSI dianggap melanggar statuta FIFA. Kini Indonesia mengulang kesalahan yang sama, yaitu menurut FIFA sebagaimana dijelaskan Ketua Umum PSSI Erick Thohir ada pihak tertentu yang digolongkan melakukan intervensi terhadap ketentuan FIFA pada penyelenggaraan Pildun U20.
Sayang kesempatan membuat prestasi dan prestise bangsa hilang. Pernyataan Gubernur Bali tentang aspek keamanan pada Pildun U20 pun telah dibantah Polda Bali bahwa penanggung jawab keamanan terpusat yaitu Mabes Polri sudah menilai semua faktor risiko termasuk tidak ada masalah intelkam (denpasar.kompas.com , 31/3/2023). Padahal ini ajang olahraga tunggal, jauh lebih rumit penyelenggaraan pesta olahraga multi event Asian Games 2018 Jakarta - Palembang.
Tujuan keolahragaan bagian dari Tujuan Nasional
Indonesia menjadi penyelenggara Asian Games pada tahun 1962 dan 2018. Keberhasilan Indonesia pada Asian Games 2018 mendapat apresiasi masyarakat internasional. Hanya melalui pertarungan, perlombaan, pertandingan dan tergabung dalam organisasi olahraga internasional, dicapai tujuan keolahragaan. Sebagai konsekuensinya, hak dan kewajiban Indonesia selaku peserta atau penyelenggara pesta olahraga diatur dalam regulasi federasi atau komite olahraga internasional.
Pelanggaran atas statuta suatu entitas atau komite olahraga karena faktor tertentu, mengakibatkan sanksi. Sanksi terberat berupa larangan sebagai peserta maupun penyelenggara pesta olahraga dalam jangka pendeķ atau lama dengan segala dampaknya. Menparekraf Sandiaga Uno menyampaikan kerugian akibat batalnya Pildun U20 sebesar 3,7 Triliun rupiah (www.kompas.tv, 31/3/2023). Belajar dari kasus Pildun U20, potensi sanksi dapat terjadi pada setiap ajang olahraga yang diikuti Indonesia terkait relasi Palestina-Israel.
Memang resistensi terhadap kehadiran Israel pada gelaran Pildun U20 memiliki dasar konstitusional, namun tujuan keolahragaan yang ingin dicapai juga merupakan amanat konstitusi. Melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian adalah sebagian dari Tujuan Nasional dalam Pembukaan UUD 1945. Perincian tujuan nasional di bidang olahraga dideskripsikan dalam pasal 4 UU tentang Keolahragaan Tahun 2022 yang mencantumkan tujuan keolahragaan.
Tujuan keolahragaan, diantaranya adalah prestasi, meningkatkan martabat dan kehormatan bangsa serta menjaga perdamaian dunia. Hal ini sesuai spirit olimpiade "All sports for all people" yang mendorong kohesivitas menuju perdamaian. Semangat rekonsiliasi kontingen Korea Utara dan Korea Selatan menjadi Korea Bersatu pada beberapa cabang olahraga dalam Asian Games 2018 dapat menjadi contoh nyata.
Perubahan politik negara- negara Arab terhadap Israel melalui Abraham Accord juga patut menjadi komparasi. Menyusul Yordania dan Mesir, negara - negara Arab lain yang telah membuka hubungan resmi dengan Israel adalah Qatar, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Maroko. Kecuali Maroko, atlet Israel telah hadir dalam berbagai kejuaraan olahraga di negara-negara tersebut. Bahkan Shachar Sagiv atlet Israel pada Oktober 2022 berlaga pada Super League Triathlon di Arab Saudi yang hingga kini tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel.
Perubahan kebijakan negara-negara Arab dalam relasi dengan Israel tentu telah mempertimbangkan kepentingan nasionalnya masing-masing. Bagaimana dengan Indonesia ? Kepentingan nasional kita adalah menjaga tetap tegaknya NKRI serta terjaminnya kelancaran pembangunan nasional guna mewujudkan tujuan nasional. Tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 tidak bisa diubah.
Maka prinsip Indonesia tentang kemerdekaan sekaligus berupaya mewujudkan perdamaian sebagai tujuan nasional dalam relasi Israel-Palestina pun tidak akan keluar dari koridor konstitusi. Seperti yang dilakukan beberapa negara Arab, yang bisa berubah adalah strategi atau pendekatan diplomasinya sesuai perkembangan geopolitik dan lingkungan strategis.
Bidang perdagangan juga bisa menjadi pembanding. Meskipun tanpa hubungan diplomatik, untuk tujuan nasional "memajukan kesejahteraan umum," Indonesia melakukan hubungan perdagangan dengan Israel. Terdapat data dalam lima tahun terakhir secara kumulatif, selama periode 2018-2022 nilai ekspor Indonesia ke Israel sudah tumbuh sekitar 11%, sedangkan nilai impornya tumbuh 0,9% (katadata.co.id, 27/3/2023). Bila kontak berdagang dengan Israel bisa, mengapa bertemu di pesta olahraga dilarang ?
Warga masyarakat dan ormas yang menolak Israel berpartisipasi dalam Pildun U20, mungkin akan melakukan hal yang sama terhadap pelaksanaan World Beach Games (WBG) pada 5 - 15 Agustus 2023. Sebagai bentuk dinamika demokrasi tentu hal tersebut sah dilakukan. Sesuai garis komando, sikap Partai Politik yang menolak kehadiran atlet Israel pun wajar disuarakan elit DPP Parpol, jajaran DPD dan DPC maupun disampaikan di DPR.
Yang tidak tepat adalah ketika Gubernur Kepala Daerah meskipun sebagai kader Parpol juga menolak kehadiran tim nasional Israel. Hal ini karena Kepala Daerah adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat. Tugas kepala daerah di antaranya adalah mengimplementasikan kebijakan dan arahan Presiden di daerah, termasuk penyelenggaraan Pildun U20 di wilayahnya. Maka tak salah bila masyarakat menilai rujukan konstitusional yang dimaksudkan untuk meningkatkan kehormatan bangsa di mata masyarakat internasional, telah direduksi untuk kepentingan elektoral.
Dalam relasi Palestina-Israel, sikap Indonesia resmi dinyatakan dalam sidang PBB dan berbagai forum masyarakat internasional yang relevan, bukan dalam pesta olah raga. Sikap yang pernah disampaikan Kemenlu RI adalah terus menentang pendudukan Israel atas wilayah Palestina, gencatan senjata dan menghentikan aksi militer Israel, dilaksanakannya perundingan multilateral yang dapat dipercaya untuk mencapai solusi dua negara dan penempatan Pasukan Perdamaian PBB di Palestina ( www.voaindonesia.com).
Penutup
Pasca-tragedi Kanjuruhan, FIFA menetapkan beberapa hal penting, yakni Standar Keamanan Stadion, Protokol dan Prosedur Kepolisian serta Steward, Interaksi Sosial dan Jadwal Pertandingan. Konsep ini oleh Presiden Joko Widodo disebut transformasi persepakbolaan Indonesia. Belajar dari kasus Pildun U20, perlu pula transformasi tujuan keolahragaan murni tanpa kontaminasi politik dalam relasi Palestina - Israel.
Menyongsong WBG 2023 di Bali pada Agustus 2023, terdapat potensi pembatalan acara dan timbulnya sanksi oleh organisasi ANOC WBG maupun organisasi cabang olahraga terkait relasi Palestina-Israel. Sebagai contoh terdapat cabor Beach Soccer pada WBG yang tentu mengacu regulasi FIFA. Kita tak bisa menutup mata adanya sikap ganda FIFA terhadap Rusia, tetapi biar itu menjadi urusan FIFA. Kewajiban kita adalah menaati statuta FIFA.
Telah diketahui Indonesia mengajukan menjadi penyelenggara Piala Dunia Sepak Bola 2030 dan Olimpiade 2036. Tentu organisasi olahraga internasional akan menilai apakah Indonesia mampu menjaga netralitas politik dalam acara olahraga internasional serta menghargai otonomi organisasi olahraga. Bila Indonesia gagal mengelola kedua hal tersebut, maka niat menjadi penyelenggara Piala Dunia dan Olimpiade hanya akan menjadi impian. Maka jangan berharap seluruh Tujuan Keolahragaan dapat dicapai bila kita masih tersandera kesalahan mengelola relasi Palestina - Israel di bidang olahraga (pw).
Pudji Widodo
Sidoarjo, 17042023 (136).
Telah diunggah di secangkir kopi bersama, 17042023
Komentar
Posting Komentar