Selamat Datang Kadet Kedokteran Militer Unhan
Oleh : Pudji Widodo
Kesehatan milliter dalam soft power diplomacy
Pada tanggal 15 – 21 Desember 2014 satu delegasi Indonesia yang dipimpin Rektor Unhan Mayjen TNI (Mar) Dr. Syaiful Anwar berkunjung ke Serbia sebagai tindak lanjut ditandatanganinya Nota Kesepahaman kerjasama pertahanan Indonesia dengan Serbia. Delegasi Indonesia tersebut mengunjungi Military Academy, Military Medical Academy, National Defense College and Strategic Research Institute Republik Serbia. Sebelumnya delegasi Indonesia yang lain dari Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI juga melakukan kegiatan yang sama dalam rangka kerja sama industri pertahanan. Di bidang pendidikan dan latihan Republik Serbia menawarkan proposal kerja sama pendidikan profesi militer setingkat Sesko Angkatan maupun Sesko Gabungan. Serbia yang maju di bidang kedokteran militer juga menawarkan pendidikan dan latihan bidang kesehatan<1>.
Selain kerja sama bilateral, melalui berbagai forum Kesehatan TNI melaksanakan kerjasama multilateral yang diformalkan dalam bentuk organisasi International Committe of Military Medicine (ICMM). Lima tahun yang lalu Indonesia menjadi tuan rumah Konggres ICMM di Bali yang dihadiri 750 peserta dari 114 negara anggota. Tiga hal pokok yang mendasari forum ICMM yaitu patnership, Interoperabilitas dan pertukaran pengetahuan serta ilmu kedokteran militer<2>. Dengan demikian ICMM merupakan bentuk peran aktif Kemhan RI dan TNI melaksanakan soft power diplomacy. Kerja sama antar kesehatan militer juga dilaksanakan melalui forum ASEAN Centre of Military Medicine (ACMM). ACMM adalah bagian dari ASEAN Defense Ministers Meeting (ADMM) yang merupakan wadah negara ASEAN melaksanakan diplomasi pertahanan.
Kerja sama multilateral kesehatan militer bukan hanya dilaksanakan pada saat situasi normal. Dalam situasi pandemi Covid-19 pun kegiatan multilateral dilaksanakan dan memberi arti penting perlunya seluruh dunia bahu membahu mengatasi persoalan bencana kesehatan tersebut dengan lebih mengedepankan kemanusiaan dari pada perbedaan pandangan politik. Berbeda dengan dua negara adidaya, AS dan China, yang perang mulut saling tuduh tentang siapa yang bertanggungjawab atas munculnya SARScoV-2 sebagai penyebab penyakit Covid-19. Sebaliknya melalui forum ACMM para delegasi kesehatan militer dari negara-negara ASEAN justru menyelenggarakan pertemuan secara virtual membahas kerja sama dan bertukar pengalaman tentang penanganan pandemi Covid-19 di negara masing-masing dan membuka akses untuk bekerja sama mengedepankan kesejahteraan dan perdamaian. Pada skala yang lebih luas, Indonesia pun berperan teelibat dalam penanganan isu keamanan kesehatan di seluruh dunia melalui forum Global Health Security Agenda (GHSA).
Kesehatan TNI juga mendukung terwujudnya perdamaian sesuai amanat UUD 1945 dan politik luar negeri RI. Hal tersebut dilaksanakan melalui keterlibatan personel kesehatan dalam misi Pasukan Pemelihara perdamaian PBB baik sebagai individu, unit maupun satuan. Dokter Indonesia ada yang pernah bertugas sebagai Mission Observer, tim medis dalam satuan misi setingkat kompi TNI, peleton Kesehatan dalam satuan Batalyon Infanteri Komposit, atau berdiri sendiri sebagai Batalyon Kesehatan dan Rumah Sakit PBB Level II dan III. Tugas internasional atas nama bantuan Tim Medis Indonesia juga dilaksanakan pada beberapa musibah bencana yang terjadi di luar negeri.
Beberapa kegiatan internasional dan di dalam negeri juga diikuti oleh personel Kesehatan TNI dalam bentuk latihan kesehatan sebagai bagian dari latihan bersama angkatan bersenjata negara lain, misalnya Cobra Gold di Thailand, Rim of The Pasific International Military Exercise (Rimpac) di Hawai USA, Coordination Afloat Readines and Training (CARAT) dan Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) di tanah air. Latihan tersebut bersifat teknis medis dukungan kesehatan pada pertempuran maupun latihan dan operasi bersama bantuan kemanusiaan pada bencana. Kegiatan tersebut juga merupakan bagian dari upaya Confidence Building Measure di tingkat regional maupun kawasan, Di tengah rivalitas dalam isu keamanan kawasan negara adi daya, setidaknya kegiatan bilateral dan multilateral tersebut diharapkan dapat meredakan ketegangan.
Seluruh kegiatan yang diikuti personel Kesehatan TNI tersebut di atas, dilaksanakan dalam kerangka mendukung tugas pokok TNI di luar tugas domestiknya mempertahankan kedaulatan NKRI. Tugas Kesehatan TNI adalah melaksanakan pembinaan kesehatan baik dukungan kesehatan maupun pelayanan kesehatan bagi prajurit TNI, PNS dan keluarganya baik aspek kesehatan preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitatif. Dukungan Kesehatan TNI adalah kehadiran fungsi kesehatan melekat untuk mendukung satuan TNI melaksanakan misi yang ditugaskan komando atas pada operasi dan latihan, dalam Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Pengadaan tenaga kesehatan TNI.
Untuk dapat melaksanakan seluruh tugas tersebut di atas, TNI memerlukan sumber daya manusia tenaga kesehatan pada strata perwira yang tepat jumlah maupun ragam profesi sesuai rencana kebutuhan dan perkembangan organisasi TNI. Sejak TNI lahir, dalam organisasi badan-badan perjuangan, selalu terdapat unsur-unsur kesehatan yang menyertai. Sejarah mencatat peran para dokter dalam perjuangan prakemerdekaan, mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan. Sebagian besar memilih jalur organisasi sosial pergerakkan kebangsaan, namun ada pula yang memilih jalur militer dengan mengikuti pelatihan PETA yang diselenggarakan Jepang. Di antara mereka ada yang memimpin perjuangan bersenjata dan sebagian merupakan staf yang bertugas memberikan dukungan pertempuran.
Setelah era konsolidasi pasca ditumpasnya berbagai pemberontakan, pemerintah RI mulai melakukan pembangunan di segala bidang, termasuk bidang kesehatan yang memerlukan kehadiran tenaga profesi kesehatan. Terdapat berbagai regulasi penggunaan potensi masyarakat sesuai kebutuhan pemerintah berupa pengadaan tenaga kesehatan baik untuk milter maupun untuk pelayanan masyarakat. Di Indonesia pernah berlaku UU Nomor 66 Tahun 1958 tentang Wajib Militer (Wamil). Dalam UU Wamil disebutkan bahwa wamil adalah kewajiban warga negara untuk meyumbangkan tenaganya dalam Angkatan Perang. Juga pernah ada UU No 14 Tahun 1962 tentang mobilisasi untuk kepentingan keamanan dan pertahanan negara, UU Nomor 27 tahun1997 tentang Mobilisasi dan Demobilisasi serta UU Nomor 56 Tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih.
Namun seiring dengan perkembangan demokratisasi, seluruh regulasi tersebut tidak berlaku. Sejak diterbitkannya UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara tidak dikenal lagi wamil maupun rakyat terlatih, berganti dengan istilah komponen cadangan dan komponen pendukung. Secara formal sejak saat itu timbul kendala pengadaan tenaga profesi kesehatan. Pendaftaran para calon peserta Sekolah Perwira TNI dari sumber sarjana kesehatan khususnya dari profesi dokter/dokter gigi secara sukarela tidak dapat memenuhi alokasi yang dibutuhkan.
Model pengadaan tenaga dokter ABRI/TNI secara khusus melalui jalur beasiswa Program Pendidikan Dokter Angkatan Darat (PDAD) yang diselenggarakan TNI AD pada tahun 1988, menjadi embrio pengadaan perwira seluruh jenis profesi dari sumber sarjana yang diselenggarakan Mabes TNI. Program Sekolah Perwira Militer Wajib terakhir dilaksanakan pada tahun 1992, selanjutnya diganti dengan Sekolah Perwira Prajurit Karier yang bersifat sukarela. Namun pengadaan dokter TNI sampai tahun 2015 tidak pernah bisa mencukupi kebutuhan TNI, meski beberapa tahun sebelumnya ABRI sudah mulai melakukan upaya pengadaan melalui mekanisme beasiswa. Maka sejak tahun 2016 TNI melaksanakan program khusus Pendidikan Perwira Tenaga Kesehatan dua kali pada setiap tahun ajaran.
Mengapa TNI mengalami kesulitan dalam perekrutan tenaga dokter? Tantangan pengadaan dokter TNI dengan berdasar minat kesukarelaan adalah adanya keraguan calon tentang perjalanan karier profesi militer, sebuah kehidupan yang penuh batasan dibandingkan dalam habitat sipil, berbagai ketentuan yang mungkin membatasi jenis pilihan spesialisasi dan tentu saja aspek pendapatan sebagai motif yang manusiawi. Di sisi lain terdapat regulasi yang memberi kemudahan dokter sipil melanjutkan pendidikan spesialis. Regulasi penugasan dokter untuk kepentingan pemerataan pelayanan kesehatan, pernah diatur dengan UU No 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana, namun pada kenyataannya hingga dekade kedua abad 21, masalah kekurangan tenaga dokter di daerah belum teratasi.
Dengan demikian pernah terdapat periode, di mana para dokter umum baru, dihadapkan kepada dua regulasi yang bersifat wajib yaitu mengikuti WKS atau melaksanakan wamil. Senyampang belum ada panggilan dari Mabes TNI untuk mengikuti seleksi wamil, bagi para dokter baru tentu WKS menjadi prioritas dengan memilih daerah terpencil yang cukup dijalani selama satu tahun untuk segera melanjutkan pendidikan program spesialis. Lama waktu menjalani wamil sampai lebih dari empat tahun ditambah ketentuan pendidikan peralihan dan pengembangan umum, tentu memperkuat alasan bahwa menjalani WKS merupakan pilihan yang lebih baik, sambil berharap tidak ada surat panggilan mengikuti wamil.
Pada era regulasi dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT), penugasan PTT juga bersifat sukarela baik yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat maupun yang ditawarkan oleh pemerintah daerah tertentu sesuai kewenangan otonomi. Perubahan kebijakan ini ternyata tidak menjawab persoalan maldistribusi dokter, meskipun jumlah lulusan dokter umum dibanding jumlah penduduk sudah memadai. Menurut Kemkes RI rasio kebutuhan adalah 45 dokter per 100.000 penduduk, sedang saat ini jumlah dokter telah melebihi target, yaitu 50 dokter per 100.000 penduduk (bisnis.com 20 Juni 2019) <3>. Namun para dokter umum tetap enggan berangkat bertugas ke daerah. Hal ini membuat Ketua Umum IDI tahun 2012-2018 Prof. Dr. Ilham Oetomo Marsis, Sp.OG mengusulkan agar pemerintah kembali memberlakukan WKS bagi dokter umum (KKI.com, 25 Juli 2016) <4>.
Banyak yang mengkaitkan keenggaan para dokter baru untuk bertugas di daerah, apalagi di wilayah tertinggal, terpencil dan terdepan (3-T) adalah karena lama studi dan tingginya beaya pendidikan kedokteran, sedang pendapatan yang diperoleh tidak sesuai dengan resiko yang mungkin dialami selama bertugas. Persoalan beaya pendidikan mungkin benar untuk mereka yang kuliah di Fakultas Kedokteran (FK) swasta, sedangkan mereka yang menjalani pendidikan di FK Negeri tentu mendapat subsidi pemerintah yang tidak sedikit dengan adanya ketentuan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Kelompok inilah yang diharapkan paling besar memiliki memiliki tanggungjawab moral mengembalikan uang rakyat dalam bentuk pengabdian di wilayah 3-T. Namun karena ketiadaan regulasi yang bersifat mewajibkan maka masalah maldistribusi dokter Indonesia belum teratasi. Dalam kompleksitas pemenuhan tenaga dokter untuk pembangunan kesehatan Indonesia itulah terselip problem pemenuhan kebutuhan dokter milliter, yang akhirnya menuntut Kesehatan TNI tidak hanya menunggu, namun aktif memburu menyiapkan kader pelaksana pembinaan kesehatan yang militan.
Kadet kedokteran militer Unhan
Barangkali menyadari keengganan para dokter berkarier di bidang militer dengan prinsip kesukarelaan tanpa nilai tambah yang rasional dan dihadapkan kepada regulasi penempatan dokter yang semakin memperkecil kemungkinan memperoleh calon dokter militer, maka Kemhan RI mengubah pola pengadaan. Bila pada tahun 1988 TNI membuka jalur beasiswa untuk mahasiswa yang sudah menyelesaikan semester VI, kini bukan hanya beasiswa, bahkan seluruh beaya hidup selama studi ditanggung mulai dari awal pendidikan sebagai Kadet Kedokteran Militer Universitas Pertahanan. Selain Fakultas Kedokteran Militer, Unhan juga membuka Fakultas Farmasi Militer, MIPA dan Tehnik militer <5>.
Dengan dukungan fasilitas boarding college, menurut penulis calon kadet kedokteran militer Unhan yang dipilih selain memenuhi syarat akademis, seyogyanya dialokasikan juga mahasiswa dari keluarga dengan ekonomi lemah. Demikian juga alokasi untuk mereka yang berasal dari Indonesia Timur pun ditambah. Daerah yang mengalami kekurangan dokter sebagian besar di kawasan timur Indonesia, sementara pengembangan organisasi TNI berupa pembentukan satuan-satuan baru di bawah Kostrad, Koarmada III, Pasukan Marinir III dan Koopsau III juga di Indonesia Timur. Kehadiran Satlak Batalyon Kodam maupun Kotama Operasi baru, yang memiliki dokter satuan diharapkan mendorong peran aktif TNI meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayahnya.
Kesehatan TNI memerlukan berbagai profesi kesehatan khususnya para dokter dengan seluruh spesialisnya untuk mengawaki fasilitas kesehatan TNI, terutama untuk pelayanan kuratif dan rehabilitatif prajurit dan keluarganya di rumah sakit. Tenaga kesehatan TNI juga diperlukan untuk mengawaki fasilitas kesehatan mobil guna mendukung satuan TNI dalam tugas operasi dan latihan. Bukan hanya di rumah sakit, fasilitas kesehatan dasar yang terawaki sesuai sumber daya manusia yang dipersyaratkan, akan membuat prajurit di daerah operasi dapat fokus melaksanakan tugas, karena yakin keluarga yang di garis belakang terjamin pelayanan kesehatannya.
Namun Kesehatan militer pada dasarnya adalah kesehatan preventif. Membina kesehatan prajurit agar siap bertugas lebih bertumpu kepada penyelenggaraan pembinaan yang bersifat pencegahan dan promosi kesehatan. Salah satu kegiatan kesehatan preventif adalah Medical Check Up (MCU) atau uji pemeriksaan kesehatan (urikkes). Urikkes rutin berkala, urikkes pratugas dan pasca-tugas bagi seluruh prajurit, urikkes kemampuan tempur prajurit satuan tempur dan urikkes prajurit pasukan khusus merupakan kegiatan yang sangat penting sebagai fungsi komando. Dengan MCU yang bermutu temuan patologis yang dapat menurunkan kualitas status kesehatan prajurit dapat segera diperbaiki dan terjamin kesiapan fisik maupun mental untuk siap bertugas kapan dan dimanapun.
Melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi para penanggungjawab pembinaan kesehatan satuan melaksanakan upaya kesehatan preventif dan promotif. Pengawasan hygiene dan sanitasi di perumahan TNI, lembaga pendidikan dan lingkungan satuan termasuk dalam hal penyediaan makanan dan pemeriksaan air serta kolam renang dilaksanakan berkala. Dinas Kesehatan Kotama dan pangkalan juga melaksanakan vaksinasi prajurit pratugas dan imunisasi bagi balita keluarga prajurit. Dengan demikian Kesehatan TNI berperan aktif untuk mewujudkan kondisi herd immunity dalam program eradikasi berbagai penyakit infeksi di seluruh Indonesia. Seluruh kegiatan kesehatan preventif dan promotif dilaksanakan pada pada berbagai tingkat satuan, pangkalan, kotama dan markas besar angkatan, bahkan bukan hanya di garis belakang, namun juga wajib dilaksanakan di medan tugas operasi.
Keberadaan fasilitas kesehatan rumah sakit TNI di tengah masyarakat selain untuk melaksanakan tugas pembinaan bagi prajutit dan keluarganya, juga menyebabkan TNI tidak bisa menghindar dari kewajiban melaksanakan peran sosial bagi masyarakat. Fasilitas kesehatan TNI juga harus menjalani akreditasi dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Kesehatan TNI juga harus ikut bertanggungjawab atas keberhasilan Indonesia dalam program Sustainable Development Goals (SDGs) yang telah disepakati seluruh negara di dunia. Kesehatan TNI berkewajban berperan menekan dan menurunkan Angka Kematian Ibu dan Anak, berbagai parameter penyakit infeksi (Tuberkulosis, malaria, HIV) dan mendorong tumbuhnya kesadaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat.
Para personel Kesehatan TNI yang saat ini bahu membahu bersama seluruh unsur kesehatan setanah air mendapat pengalaman berharga dalam menanggulangi pandemi Covid-19. Di balik beratnya tugas ini terdapat hikmah yang bisa dipetik bagi pembinaan Kesehatan TNI. Di bidang kuratif, banyak hal baru dalam penatalaksanaan klinis Covid-19 dan di bidang operasi dalam hal manajemen krisis bencana biologi. Pasca pandemi, seluruh pengawak organisasi Kesehatan TNI di satuan operasi maupun di berbagai tingkatan fasilitas kesehatan harus memiliki pedoman penyelenggaraan mitigasi prabencana biologi, baik terhadap penyakit infeksi menular yang baru, penyakit potensial wabah yang murni akibat bencana maupun skenario serangan senjata biologi lawan. Hal ini karena potensi terjadinya perang konvensional dan agresi militer menurut Buku Putih Pertahanan Indonesia (BPPI) saat ini kemungkinannya kecil. Sebaliknya kecenderungannya adalah perang modern dengan berbagai variannya termasuk perang dengan senjata biologi.
Menatap tantangan ke depan maka sumber daya manusia yang diperlukan Kesehatan TNI bukan hanya para klinisi, namun juga para epidemiolog, penyiapan para ahli riset kedokteran dan kesehatan serta mempertajam peran kesehatan setiap matra terkait validasi organisasi TNI dan memperkuat intelejen medis. Lembaga farmasi, lembaga biovaksin, lembaga penelitian di lingkungan TNI seyogyanya ditingkatkan kemampuannya menjadi lembaga riset unggulan yang penting bukan hanya untuk meminimalkan ketergantungan kepada negara maju, namun juga karena merupakan komponen utama saat pusat penelitian lainnya lumpuh akibat perang. Sebagai pemacu, beberapa negara sudah membentuk Space Force di luar matra yang sudah baku yaitu Army; Navy dan Air Force, artinya akan ada tuntutan perkembangan berbagai pengetahuan tentang kesehatan luar angkasa. Dengan komparasi tersebut, seharusnya kita mawas diri, karena bukan hanya di luar angkasa, dalam hal perkembangan IPTEK kedokteran dan kesehatan militer di bumi pun kita mungkin masih ketinggalan.
Wasana kata
Demikian telah disampaikan bentang tugas dan tantangan pembinaan Kesehatan TNI, baik pada komunitas internasional maupun tugas domestik dalam rangka OMP dan OMSP. Tulisan ini disusun sebagai apresiasi kepada UNHAN yang telah membuka Fakultas Kedokteran, Fakultas Farmasi, Fakultas MIPA dan Fakultas Teknik Militer Unhan serta kepada mahasiswa baru yang terpanggil bergabung menjadi prajurit TNI. Enam tahun yang lalu delegasi Kemhan RI mengunjungi Military Medical Academy Republik Serbia. Rupanya momen tersebut merupakan gambaran rencana TNI mengurangi ketergantungan dan tidak menunggu masukan dari hasil didik perguruan tinggi di luar TNI. Pada era Menhan RI Prabowo Subianto, rencana memiliki perguruan tinggi Kedokteran Militer yang mandiri dapat terwujud. Selamat datang para Kadet kedokteran Militer Unhan, medan bakti telah menanti.
Salam Indonesia Sehat.
Pudji Widodo,
Sidoarjo, 17 Juni 2020.
Sumber :
1. BPHN Kemenkumham RI. www.bphn.go.id >document tentang Pengesahan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Serbia”. Agustus 2017 diakses 12 Juni 2020.
2. Kemhan RI. https://www.kemhan.go.id/2015/05/27/konggres-dunia-kedokteran-militer-ke-41-berlangsung-di- bali-3.html, 27 Mei 2015 diakses 12 Juni 2020.
3. Petriella Y. https://ekonomi.bisnis.com/read/20190620/12/935811/indonesia-kebanyakan-dokter-tetapi-terpusat-di-kota-besar, 20 Juni 2019 diakses 17 Juni 2020..
4. Kebijakan Kesehatan Indonesia. https://kebijakankesehatanindonesia.net/25-berita/2924-idi-usulkan-wajib-kerja-sarjana-bagi-dokter-baru, 25 Juli 2018 diakses 17 Juni 2020.
5. Ayunda. https://www.kompas.com/edu/read/2020/05/04/145509371/universitas-pertahanan-buka-pendaftaran-s1-bebas-biaya-kuliah?page=all#page3, 4 Mei 2020 diakses 17 Juni 2020.
Komentar
Posting Komentar