Negara Maritim dengan Lautan Sampah

Negara maritim dengan lautan sampah

Oleh : Pudji Widodo 

    Ilustrasi : perpustakaan.menlhk.go.id

Kejayaan maritim masa lalu

Terbetik berita bahwa 20 ton sampah di sungai Penombo sepanjang 1 km di desa Pantai Harapan Jaya, Muaragembong, Bekasi didorong dan dibuang ke laut. Di lokasi sebenarnya telah disiapkan tiga unit truk pengangkut sampah. Namun upaya tersebut tidak berguna karena tidak adanya alat berat untuk mengeruk sampah dari permukaan sungai. Liputan6.com (11/6/2022) melaporkan bahwa petugas Dinas Lingkungan Hidup bersama warga mendorong sampah ke laut dengan menggunakan galah bambu.

Saya membayangkan, ketika warga desa Pantai Harapan Jaya sedang membuang sampah ke laut, anak-anak mereka di dalam kelas TK Harapan Jaya sedang diajak gurunya menyanyi lagu Nenek Moyangku Orang Pelaut (NMOP).  Sedang di kelas lain,  guru SMP Negeri 1 Muaragembong sedang mengajak diskusi muridnya tentang kejayaan kerajaan Sriwijaya dan Mojopahit. 

Kejayaan kerajaan Sriwijaya, Singasari dan Majapahit pada jamannya, diantaranya karena memiliki kekuatan armada laut (seapower), yang mampu menguasai, menggunakan dan mengendalikan laut untuk kepentingannya. Selain mempersatukan nusantara, Majapahit juga memiliki pengaruh sampai ke Siam, Ayuthia, Campa, Anam, India, Filipina dan China. 

"Mengarungi samudra luas" berhubungan dengan moda transportasi, dermaga, pelabuhan dan kota di pesisir yang mendukung perdagangan serta berbagai tujuan penguasaan wilayah. Contoh kajian para ahli arkeologi di bawah ini mewakili hal tersebut sebagai bentuk dinamika kemaritiman  yang telah diselenggarakan di seluruh nusantara. 

Moda transportasi perahu telah tergambar di gua prasejarah di situs Liang Kacamata dan situs Liang Susu Tanah Bumbu Kalimantan Selatan serta Pulau Muna Sulawesi Tenggara. Gambar perahu yang lebih realistis dan aktifitas nelayan sebagai mata pencaharian, pun terdapat pada relief Candi Borobudur yang dibangun pada abad 7-8.

Kekuatan Sriwijaya tercatat telah hadir di kota Kapur Bangka sesuai prasasti tahun 686. Terdapat pelabuhan Kota Kapur di tepi sungai Mendo di mana ditemukan reruntuhan bangunan kayu bekas dermaga.

Gerabah di situs Sembiran Bali dari masa antara 150 SM sampai 2 M berasal dari India dan Tiongkok.  Gerabah di Sembiran dan tembikar serta arca Wisnu di Kota Kapur (dari Kamboja) meskipun dari masa yang berbeda, adalah bukti relasi peradaban antar bangsa. Gerabah dan tembikar tersebut tentu diangkut dengan perahu yang mampu melintas samudra.

Semua kutipan dokumentasi arkeologi hasil kajian maritim dan lagu NMOP menjadi media edukasi kemaritiman. Namun kita tidak berhenti pada romantika kebesaran bangsa maritim masa lalu. Kedua hal tersebut menjadi pendorong upaya kekinian untuk membangun Indonesia yang berorientasi kelautan.

Budaya maritim versus budaya nyampah

Kembali ke laut sebagai orientasi pembangunan merupakan visi maritim pemerintah Joko Widodo periode pertama, dengan mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Dua dari lima pilar agenda poros maritim diantaranya adalah  membangun kembali budaya maritim dan menjaga serta mengelola sumber daya laut. 

Membangun kembali budaya maritim bukan persoalan mudah. Kasus sampah sungai Penombo adalah contoh persoalan di hulu yang menjadi faktor penghambat.
Kebiasaan buruk individu membuang sampah ke sungai lalu secara pragmatis mendorong ke laut untuk mengatasi problem ketidaknyamanan yang ditimbulkan telah menjadi perilaku komunitas. 

Secara resiprokal perilaku yang sudah umum dilakukan akan berlanjut menjadi budaya. Kasus sungai Penombo merupakan salah satu kekeliruan perilaku mengelola sampah yang telah berubah menjadi budaya buruk "nyampah." Membalikkan keadaan menjadi gerakan mencintai laut sebagai budaya baik tentu tidak mudah.

Bertambahnya populasi warga kota atau tingkat kepadatan wilayah diikuti bertambahnya volume sampah. Dihadapkan kepada  belum memadainya kemampuan pengelolaan sampah setiap pemerintah daerah, maka membuang sampah ke sungai merupakan pilihan yang paling mudah dilakukan sebagian warga masyarakat. Posisi Indonesia sebagai pembuang sampah plastik ke laut nomor dua di dunia mengindikasikan hal tersebut.

Kondisi Sungai Kalianak di Kecamatan Krembangan, Surabaya, yang dipenuhi sampah (7/3/2022), Surya.co.id

Bukan tidak mungkin 5.590 sungai utama di Indonesia menanggung beban sampah seperti sungai Penombo dan menjadi sumber masalah di laut. Menurut data Direktorat PPKL KLHK saat ini 59 persen sungai di Indonesia tercemar berat.  Namun ini telah lebih baik dibanding dengan tahun 2015 yang memiliki tingkat sungai tercemar berat sebesar 79,5 persen (Tempo.co, 27/7/2021).

Sampah menghalangi cahaya matahari dan menghambat proses fotosintesis di jaringan karang. Kerusakan terumbu karang sebagai habitat ikan akan diikuti dengan penurunan populasi ikan dan sumber pendapatan nelayan.

Selain sampah domestik masyarakat, sungai pun menjadi tempat pembuangan limbah  industri. Sumber polutan logam berat di sungai Cilincing, sungai Cipinang dan Sungai Cibinong yang bermuara di Teluk Jakarta, adalah industri kimia, pakaian, dan sejumlah industri lain di wilayah Bogor. Di wilayah lain, kualitas air Sungai Batanghari di Jambi juga memprihatinkan akibat aktifitas penambangan emas tanpa ijin.

Pencemaran logam berat di Teluk Jakarta membuat biota laut yang berasal dari kawasan tersebut mengandung logam berat. ​Kesimpulan ini disampaikan Etty Riani, Guru Besar Ekobiologi yang meneliti perairan tersebut (23/2/2019). Kandungan logam berat pada ikan dan kerang yang melebihi batas tentu tidak aman bagi kesehatan manusia. 

Menurut jenis sampah, plastik merupakan tipe sampah laut yang dominan. Sampah plastik memiliki dampak ekologi dan ekonomi yang luas di perairan air tawar dan lingkungan laut. Sampah plastik berdampak negatif langsung bagi organisme laut  berupa jeratan, sumbatan, perdarahan internal saluran pencernaan, juga akumulasi bahan kimia yang menempel pada plastik. 

Makrodebris plastik juga berdampak fisik menutup permukaan sedimen dan mencegah pertumbuhan benih mangrove. Sebaliknya mikroplastik terlihat seperti organisme planktonik yang merupakan makanan biota laut. Ukuran mikroskopis mikroplastik memungkinkan bioavailabilitas mikroplastik melalui saluran pencernaan.

Sampah plastik dapat bertindak sebagai vektor kontaminan termasuk berbagai polutan selain logam berat. Jadi plastik merupakan media transportasi polutan dari lingkungan perairan ke biota laut dan manusia. Melalui rantai makanan mikroplastik akan sampai kepada manusia dengan segala akibatnya.

Oleh karena itu keberhasilan menurunkan jumlah sungai berstatus tercemar berat, harus dilanjutkan dengan upaya konsisten yang melibatkan masyarakat. Menekan dan menghilangkan budaya nyampah di sungai dan laut, menjadi prasyarat untuk membangun budaya maritim dan menjaga serta mengelola sumber daya laut.

Wasana kata

Bukti arkeologi dan catatan sejarah mengingatkan kejayaan peradaban maritim nusantara masa lalu. Presiden Joko Widodo membuat lompatan, tidak hanya akan kembali mewujudkan kejayaan negara maritim. Lebih dari itu agar Indonesia menjadi poros maritim dunia.
 
Selain budaya maritim dan mengelola sumber daya laut, dilakukan upaya lain untuk mewujudkan agenda poros maritim. Dengan memanfaatkan berbagai forum masyarakat internasional, kita dapat membangun diplomasi maritim. Membangun Angkatan Laut yang besar, andal dan profesional adalah kebutuhan agar kita berjaya di pertahanan maritim. Tol laut sebagai program konektifitas maritim telah berhasil kita wujudkan.

Namun bila kita tidak mampu menghilangkan budaya "nyampah," 
Tidak memilah dan mengolah sampah sejak dari lingkungan dan rumah, 
Pemangku kepentingan kota dengan kepedulian yang rendah, 
Penambang liar terus berulah,
Pelaku industri tak takut bertingkah salah,
Semua membebani sungai dan laut - menjadi akhir pemusnah. 

Maka kita hanya akan menjadi negara kepulauan dan negara maritim, di tengah lautan sampah (pw).

"Selamat memperingati Hari Sungai Nasional 27 Juli 2022."


Pudji Widodo,
Sidoarjo, 26072022 (119).
Rujukan informasi (klik tautan) :
5. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. Warisan Budaya Maritim Indonesia. Kemendikbud. Jakarta, 2018.
6. Cordova R. Pencemaran Plastik di Laut. Oseana, Vol.XLII No.3 Tahun 2017, LIPI.

Telah diunggah di Tafenpah.com, 25/7/2022.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Legwraps sepatu tentara bukan aksesori tanpa makna

Pengesahan Nama Korps, Satuan dan Baret KKO AL Sebagai Pasukan Pendarat Amfibi

Bukan Sekedar Membangun Citra, Kompi Protokol Mabes TNI AL Ganti Kostum