Multidimensi ancaman dan prioritas memperkuat TNI AL

(Peresmian kapal Bantu Rumah Sakit TNI AL ketiga KRI dr Radjiman Wedyodiningrat-992 - Dispenal via Kompas.com, 17/8/2022).

Oleh : Pudji Widodo

Kepentingan nasional di tengah multidimensi ancaman

Wakil Direktur CIA David Cohen menyatakan bahwa Presiden Tiongkok  Xi Jinping ingin merebut Taiwan pada tahun 2027 (sindonews.com, 18/9/2022). Ini menegaskan kembali pernyataan Panglima Komando Indo Pasifik Laksamana Philip Davidson  pada Maret 2021,  yang khawatir Tiongkok dapat menginvasi Taiwan pada tahun 2027 (CNN.Indonesia, 10/3/2021).

Meskipun demikian, sebelum tahun 2027 bara di Selat Taiwan setiap saat dapat menjadi kobaran api konflik terbuka. Aksi mesin perang Tiongkok masuk zona pertahanan udara Taiwan dan melewati garis median Selat Taiwan berisiko memicu insiden militer. Ketegangan di Selat Taiwan meningkat, menyusul kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan pada 2 Agustus 2022..

Tak ada yang bisa menjamin palagan perang tidak akan segera tergelar di selat Taiwan. Sementara bara perang di teritorial Ukraina belum padam. Operasi militer khusus Rusia ke Ukraina menyusul penguasaan atas Krimea, menambah beban ancaman global ketika masyarakat internasional masih di bawah tekanan Pandemi Covid-19.

Apa yang disebut sebagai ancaman tidak nyata dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia (BPPI) 2015 telah menjadi fakta. Terbukti pandemi Covid 19 sebagai ancaman nirmiliter telah menggoyahkan semua aspek ketahanan kita. Sementara itu di berbagai tempat di tanah air, Densus-88 Polri terus menangkap anggota jaringan radikal.

Kompleksitas ancaman militer, ancaman nirmiliter dan ancaman hibrida, patut menjadi perhatian bagi Indonesia yang kaya sumber daya alam, sebagai bangsa yang plural, negeri rawan bencana, namun strategis di antara persilangan dua benua dan dua samudra. Indonesia tidak lepas dari pengaruh lingkungan strategis dan kompetisi negara adi daya. Berbagai bentuk ancaman multidimensi terhadap stabilitas keamanan nasional akan mempengaruhi kepentingan nasional.

Dengan perkembangan spektrum ancaman tersebut, maka pemisahan pertahanan untuk ancaman dari luar dan keamanan untuk ancaman dalam negeri sudah tidak relevan lagi. Namun sampai saat ini, kita belum menyepakati definisi keamanan nasional, juga ada resistensi  terhadap kemungkinan kembalinya era dominasi militer dan curiga akan mereduksi kewenangan Polri. Padahal aspek pertahanan militer hanya sebagian dari problem keamanan nasional.

Parameter keamanan nasional bertumpu pada kepentingan nasional. Rezim dapat berganti, visi misi setiap periode pemerintahan bisa berubah-ubah, tetapi kepentingan nasional tidak akan pernah berubah yaitu tercapainya tujuan nasional sesuai konstitusi NKRI. 

Buku Putih Pertahanan Indonesia (BPPI) menyebutkan bahwa kepentingan nasional adalah menjaga tegaknya NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta terjaminnya kelancaran pembangunan guna mewujudkan tujuan nasional. Kepentingan nasional yang dinyatakan sebagai tujuan nasional, harus dijamin terselenggara dan terwujud pada seluruh aspek ipoleksosbudhankam. 

Dinamika lingkungan strategis menunjukkan bahwa ancaman termanifestasi dalam tiga jenis konflik yaitu inter-state, intra-state  dan transnational conflicts (Prihatono, 2007 : 67). Terhadap semua jenis konflik penimbul ancaman, Indonesia harus mampu berperan untuk memastikan jaminan bagi terciptanya Keamanan Nasional. Dalam hal ini Keamanan Nasional telah berkembang mencakup keamanan negara, keamanan publik maupun keamanan insani (Siahaan, 2015 : 40).  

Kontribusi TNI AL untuk solusi keamanan nasional

Meminjam esensi dalam hubungan internasional, terdapat tiga hal yaitu aktor; kepentingan dan kekuatan (setkab.go.id,19/9/2018) yang memberi kontribusi dalam mewujudkan keamanan nasional.  Di tengah kompetisi negara adidaya dan upaya menentukan pola perimbangan kekuatan yang terpolarisasi serta masalah keamanan domestik, salah satu bagian dari aktor negara yang memberi kontribusi menentukan solusi konflik  sesuai politik negara adalah Angkatan Laut. 

Maka mempetkuat fungsi TNI AL agar mampu melaksanakan pengendalian laut dan proyeksi kekuatan, serta melaksanakan peran universal militer - polisional - diplomasi, disarankan agar menjadi prioritas pemerintah. Hal tersebut juga selaras dengan salah satu dari lima agenda Indonesia sebagai poros maritim dunia yaitu mewujudkan pertahanan maritim.

Optimalisasi peran dan fungsi TNI AL tersebut berhadapan dengan keterbatasan kuantitas dan kualitas alutsista sebagai salah satu hard power. Menurut Kasal pada tahap akhir pemenuhan Minimum Essential Force (MEF) 2024, TNI AL akan memiliki  80% dari  target pengadaan alutsista (kompas.com, 2/9/2022).

Di tengah keterbatasan kekuatan, maka pilihan soft power diplomasi pertahanan sebagai tugas ketiga dari lima tugas TNI AL merupakan pendekatan yang rasional sesuai kebijakan politik luar negeri Indonesia. Kontribusi TNI AL dalam manajemen hubungan internasional melalui domain maritim merupakan amanat UU nomor 34/2004 tentang TNI.

Secara periodik Indonesia menyelenggarakan International Maritime Security Symposium (IMSS). Dalam forum ini, TNI AL dan delegasi angkatan laut negara peserta IMSS mengeksplorasi tantangan serta membangun kerja sama keamanan maritim multilateral kawasan, agar dapat mewujudkan ketertiban dan keamanan di laut. 

Sebaliknya Indonesia menghadiri berbagai forum yang sama di berbagai negara, melakukan Navy to Navy Talk, kunjungan muhibah kapal perang TNI AL ke negara lain. TNI AL juga melaksanakan latihan bersama, baik sebagai penyelenggara di Indonesia maupun  sebagai peserta latihan bersama di berbagai negara kawasan. 

Setiap Kapal Perang Republik Indonesia (KRI)  yang menjumpai Kapal Angkatan Laut negara sahabat masuk atau keluar perairan yurisdiksi nasional Indonesia sepakat melaksanakan Passing Exercise (passex). Selain sebagai sarana diplomasi, passex juga bertujuan untuk meningkatkan profesionalitas prajurit TNI AL.

Melalui berbagai forum tersebut, TNI AL melaksanakan diplomasi sesuai prinsip politik negara bebas aktif, membangun kerjasama dengan Angkatan Laut berbagai negara dengan tetap mempertahankan eksistensi dan kepentingan masing -masing, meskipun memiliki sistem sosial dan ideologi yang berbeda. Dengan demikian yang tepat bagi TNI AL adalah melaksanakan dua jenis diplomasi maritim yang berkembang saat ini, yaitu cooperative maritime diplomacy  dan persuasive maritime diplomacy. 

Selain kontribusi dalam relasi internasional, TNI AL sesuai undang-undang melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut serta pemberdayaan wilayah pertahanan. Pada masa damai tugas-tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP) TNI AL bukan hal yang ringan. Di tengah keterbatasan alutsista, operasi laut sehari-hari TNI AL  dan berbagai dukungan tetap harus dilakukan. 

TNI AL tidak hanya menambah kapal-kapal pemukul (Striking Force), tetapi juga jenis Supporting Force. Dalam tiga tahun terakhir, telah hadir KRI dr. Radjiman Wedyodiningrat-992 sebagai kapal Bantu Rumah Sakit (BRS) ketiga, beberapa kapal angkut tank dan Kapal Cepat Rudal-60 m produksi dalam negeri di jajaran Armada RI. Hal ini membuktikan kesiapan TNI AL melaksanakan operasi bantuan kemanusiaan, berbagai dukungan dan pengamanan pembangunan nasional di berbagai penjuru tanah air.

(Geladak helikopter kapal Bantu Rumah Sakit KRI dr. Soeharso-990, dok pribadi)


Membagi kekuatan TNI AL yang proporsional antara yang bertugas di laut, sebagai cadangan siap di pangkalan dan sebagian melaksanakan pemeliharaan tentu tidak mudah. Dedikasi mengoperasionalkan alutsista tua adalah bagian dari kesediaan berkorban para prajurit. Oleh karena itu ketika pada pertengahan  2021 Presiden Joko Widodo meminta Kemhan menghitung biaya untuk modernisasi alutsista jangka panjang, Kemhan mengajukan rencana belanja peralatan hankam senilai Rp 1.760 T  (liputan6.com, 3/6/ 2021). 

Pembiayaan renstra tersebut dengan skema hutang luar negeri diharapkan mendukung tercapainya postur ideal pertahanan sampai tahun 2044. Meski angka tersebut sempat membuat heboh masyarakat, konsep anggaran  yang diajukan Kemhan untuk mengakselerasi modernisasi peralatan hankam menunjukkan mahalnya harga menjaga Keamanan Nasional.

Penutup

Kompleksitas Keamanan Nasional meliputi keamanan negara, keamanan publik dan keamanan insani. Diperlukan kesepakatan seluruh pemangku kepentingan dan komponen bangsa tentang batasan dan kewenangan aktor pengelola sistem Keamanan Nasional kekinian untuk menghadapi multidimensi ancaman.

TNI AL selaku bagian dari aktor negara, berusaha memberi kontribusi menjaga Keamanan Nasional dan mewujudkan kepentingan nasional. Cooperative maritime diplomacy dan persuasive maritime diplomacy dapat menjadi pilihan pendekatan TNI AL dalam relasi internasional di tengah keterbatasan kemampuan alutsista. 

Pemerintah telah melakukan validasi organisasi baru di jajaran TNI AL, konsekuensinya untuk gelar kekuatan membutuhkan alutsista dan infrastruktur pendukung yang memadai. Ini menjadi bagian dari upaya pemerintah memprioritaskan penguatan peran dan fungsi TNI AL untuk mewujudkan kepentingan nasional.  Sebagai negara maritim,  Indonesia memerlukan Angkatan Laut yang profesional, modern dan tangguh (pw)

Dirgahayu TNI AL 10 September 2022.


Pudji Widodo,
Sidoarjo, 20092022 (125). 
Rujukan  :
1. Buku Putih Pertahanan Indonesia, 2015.
2. Prihatono, TH, et al. Keamanan Nasional Kebutuhan Membangun Perspektif Integratif Versus Pembiaran Politik dan Kebijakan. Jakarta, Propatria Institute, 2007.
3. Siahaan T. Urgensi Pengaturan Keamanan Nasional Sebagai Upaya Melindungi Kepentingan Nasional. Wira Edisi Khusus 2015, Puskom Publik Kemhan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Legwraps sepatu tentara bukan aksesori tanpa makna

Pengesahan Nama Korps, Satuan dan Baret KKO AL Sebagai Pasukan Pendarat Amfibi

Bukan Sekedar Membangun Citra, Kompi Protokol Mabes TNI AL Ganti Kostum