Ketika Tanda Kehormatan Menjadi Tidak Berarti
( Presiden Jokowi menganugerahkan tanda kehormatan kepada prajurit TNI AL pada Upacara Peringatan Ke-77 Hari TNI, Foto : Humas Setkab)
Oleh : Pudji Widodo
Pakaian terdakwa dalam sidang pengadilant
Vonis hukuman bagi para terdakwa pembunuhan berencana dan perintangan proses hukum (obstruction of Justice/OOJ) kasus Duren Tiga telah diputuskan pada tingkat pengadilan negeri Jakarta Selatan. Selama lima bulan masyarakat mengikuti dinamika peradilan dan terlibat dalam wacana yang berhubungan dengan materi sidang. Hanya pada dua kehadiran perdana terdakwa FS mengundang komentar warganet di luar materi perkara, yaitu tentang kemeja batik yang dikenakan FS.
Hampir seluruh terdakwa kasus Duren Tiga selama proses sidang pengadilan mengenakan kemeja putih, meskipun pada beberapa kesempatan termasuk terdakwa FS pernah mengenakan kemeja hitam dan batik. Para terdakwa baik yang sudah dinyatakan berstatus Penghentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari dinas Polri maupun yang masih belum mendapat keputusan sidang komisi etik profesi Polri, selama mengikuti sidang di PN Jakarta Selatan semuanya mengenakan pakaian sipil.
Pengaturan pakaian dalam ruang sidang pengadilan hanya ditujukan bagi hakim, jaksa, penasihat hukum, dan panitera. Hal ini termuat dalam Pasal 230 ayat (2) KUHAP. Sedang pakaian untuk terdakwa yang mengikuti proses sidang pengadilan tidak ada aturan khusus. Meskipun demikian kebiasaan terdakwa mengenakan setelah putih hitam (dengan rompi oranye sebelum memasuki ruang sidang), berfungsi memudahkan identifikasi pembeda dengan pengunjung sidang demi pengamanan proses sidang.
Pakaian yang dikenakan terdakwa pernah dipersoalkan oleh hakim. Pada sidang kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Muhammad Sirad menegur terdakwa Brigjen Pol Prasetijo karena mengenakan pakaian dinas kepolisian (1). Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa apa pun status profesi atau pekerjaannya, terdakwa dalam ruang sidang peradilan umum diwajibkan mengenakan pakaian sipil.
Juga pernah seorang hakim ketua dalam sidang pengadilan tipikor menanyakan dasar seorang purnawirawan TNI yang mengikuti sidang korupsi pengadaan alutsista helikopter sebagai saksi dengan mengenakan seragam TNI. Yang bersangkutan kemudian menjelaskan telah mengenakan papan nama berwarna putih yang menandakan yang bersangkutan berstatus purnawirawan TNI (2).
Sebelum menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, para terdakwa kasus Duren Tiga telah menjalani sidang Komisi Etik Profesi Polri. Dalam sidang komisi etik Polri, mereka mengenakan pakaian seragam dinas Polri lengkap dengan pita tanda kehormatan masing-masing. Dari dokumentasi media yang meliput sidang komisi etik profesi Polri, diketahui FS mengenakan seragam Pakaian Dinas Harian (PDH) dengan duabelas tanda kehormatan (3).
Adapun duabelas tanda kehormatan yang tersemat di seragam PDH terdakwa FS adalah sebagai berikut :
a. Bintang Bhayangkara Nararya
b. Satya Lencana (SL) Pengabdian XXIV
c. SL Pengabdian XVI
d. SL. Pengabdian VIII
e. SL Jana Utama
f. SL Ksatria Bhayangkara
g. SL Karya Bakti
h. SL Bakti Pendidikan
i. SL Bakti Nusa.
j. SL Dharma Nusa
k. SL Operasi Kepolisian.
l. SL Kebaktian Sosial.
Dari susunan pita tanda kehormatan yang dikenakan FS, tampak penghargaan kualifikasi tertinggi adalah Bintang Bhayangkara Nararya. Namun dalam pembelaannya pada sidang pengadilan negeri Jaksel, FS menyebutkan dirinya telah menerima penghargaan Bintang Bhayangkara Pratama dari Presiden RI.
Tanda kehormatan dan vonis pidana
Sama seperti Polri yang memberlakukan ketentuan Satya Lencana Pengabdian, TNI juga secara periodik mengusulkan secara berjenjang personelnya untuk mendapat penghargaan tanda kehormatan Satya Lencana Kesetiaan kategori 8, 16, 24 dan 32 tahun. Setiap periode penilaian kesetiaan, mensyaratkan personel TNI telah melaksanakan tugas kewajibannya tanpa cacat. Demikian pula untuk mendapat penghargaan tanda kehormatan jenis yang lain, selalu mensyaratkan personel TNI calon penerimanya tidak pernah mendapat hukuman disiplin dan pidana selama periode penilaian.
Lalu bagaimana bila personel TNI menjadi terdakwa dan menjalani sidang pengadilan militer. Berbeda dengan tata tertib sidang etik profesi Polri dan peradilan umum, terdakwa dalam pengadilan militer tetap mengenakan seragam dinas TNI lengkap dengan semua tanda military occupational specialist (kualifikasi kejuruan) yang dimilikinya. Bedanya dalam hal ini adalah personel TNI yang menjadi terdakwa dakam sidang pengadilan militer tidak diijinkan mengenakan semua tanda kehormatan yang pernah diterimanya dari pemerintah.
Prajurit yang mengenakan atau berhak mendapat tanda kehormatan, bermakna yang bersangkutan secara administratif bersih tanpa cacat. Oleh karena itu meskipun belum mendapat vonis hukuman dan terdakwa sedang dalam proses persidangan, maka untuk sementara terdakwa tidak diijinkan mengenakan tanda kehormatan yang dimilikinya. Sedang bila vonis pidana telah diputuskan hakim dan diberi hukuman tambahan dipecat dari dinas TNI, maka hak mengenakan semua tanda kehormatan yang pernah diterimanya dan berbagai hak rawatan kedinasan pun dicabut untuk selamanya.
Apakah tanda kehormatan memiliki pengaruh terhadap penjatuhan vonis pidana? Kita dapat mengulik hal tersebut pada terpidana EPL dan FS dalam kasus Duren Tiga serta terpidana P dalam kasus pembuangan jasad sejoli di Nagreg. Bedanya proses persidangan kasus Duren Tiga di peradilan umum, sedang kasus Nagreg di peradilan militer.
Sebagai bhayangkara yang relatif baru berdinas di institusi Polri, Bharada EPL telah pernah bertugas dalam Satgas operasi Mandago Raya di Poso. Sebagai anggota Brimob Polri, jabatan EPL dalam satgas adalah seorang navigator, suatu jabatan yang penting dalam menentukan gerak taktis unit pasukan di medan tempur.
Lama rotasi penugasan personel Brimob di Poso rata-rata satu tahun. Bila tanpa pelanggaran dan memenuhi syarat waktu, penugasan tersebut memberi hak yang bersangkutan mendapat anugerah Tanda Kehormatan Satya Lencana yang berlaku di lingkungan Polri, yang setara dengan Satya Lencana operasi keamanan dalam negeri di jajaran TNI. Tidak ada data apakah EPL memiliki tanda kehormatan tersebut, kalaupun EPL memiliki ternyata hal tersebut tidak meringankan hukuman pidana EPL pada kasus Duren Tiga.
Hakim menyatakan yang meringankan vonis pidana EPL adalah hal-hal berikut ini :
- Status sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator.
- Bersikap sopan di persidangan dan belum pernah dihukum.
- Menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
- Keluarga korban pembunuhan telah memaafkan perbuatan EPL.
Bagaimana dengan terdakwa FS pada kasus Duren Tiga ? Hakim pengadilan negeri menyatakan tidak ada satu pun faktor yang meringankan pada terdakwa FS. Bahkan Bintang Bhayangkara Pratama dari Presiden RI tak bisa menyelamatkannya dari hukuman mati.
Mari kita bandingkan dengan terpidana Kolonel P dalam kasus pembunuhan berencana dengan membuang dua korban kecelakaan lalu lintas ke sungai di Nagreg. Hal-hal yang meringankan hukuman terhadap Kolonel P adalah :
- Terdakwa telah berdinas di TNI selama kurang lebih 28 tahun
- Belum pernah dipidana maupun dijatuhi hukuman disiplin.
- Terdakwa menyesal atas perbuatannya (4).
Keputusan hakim dalam vonis pidana kepada Kolonel P yang mencantumkan pertimbangan telah berdinas di TNI selama 28 tahun, mengandung makna menerima pendapat kuasa hukum Kolonel P. Kuasa hukum Kolonel P menyatakan bahwa Kolonel P telah mendarmabaktikan hidupnya bagi negara dengan bukti yang bersangkutan menerima penghargaan tanda kehormatan SL Kesetiaan 8, 16 dan 24 tahun serta SL Seroja.
Wasana kata
Setiap prajurit TNI melaksanakan tugas dan kewajibannya secara umum maupun sesuai pangkat dan jabatannya dengan prinsip kehormatan sebagai dasar. Mereka wajib berkarya dengan penuh kesadaran menjaga kehormatan diri, kesatuan dan korps. Sebaliknya menjadi tugas komandan satuan atau atasan agar mengusulkan para prajurit TNI dan bhayangkara Polri untuk mendapat penghargaan tanda kehormatan karena telah melaksanakan tugas dan kewajiban dengan paripurna.
Tanda kehormatan bukan sekedar atribut untuk menumbuhkan kebanggaan dan pemacu motivasi berkarya. Tanda kehormatan yang dikenakan pada seragam pakaian dinas TNI atau Polri adalah alat untuk mengingatkan setiap prajurit untuk menjaga kehormatan diri agar tidak bertindak dan berperilaku tercela, melanggar disiplin dan melakukan tindak pidana. Tanda kehormatan yang dikenakan juga sebagai pengingat dua dari Delapan wajib TNI, yaitu “Tidak sekali-kali merugikan rakyat dan tidak sekali-kali menakuti serta menyakiti hati rakyat.”
Bila seorang prajurit TNI melakukan tindak pidana dan menjalani sidang pengadilan militer, seluruh jasa yang telah diganjar dengan tanda kehormatan tidak selalu bisa menolongnya untuk mendapat keringanan hukuman. Tergantung kepada hakim apakah hal tersebut akan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan. Terbukti pada terpidana FS dalam kasus Duren Tiga di tingkat sidang pengadilan negeri, di mana tidak ada satu pun hal-hal yang meringankan yang membuat hakim mengganjar tindak pidana FS dengan hukuman mati (pw).
Pudji Widodo
Sidoarjo, 27022023 (134)
Komentar
Posting Komentar