Dari Si Mungil Nomad sampai Hercules Jumbo, Menyadarkan Terbatasnya Kehidupan
Oleh : Pudji Widodo
Pesawat militer, yang mungil dan yang jumbo
Operasi pencarian dan pertolongan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 oleh Basarnas telah dinyatakan resmi berakhir pada tanggal 21 Januari 2021. Tugas berikutnya terkait investigasi dilaksanakan oleh KNKT, yaitu melanjutkan pencarian material memori CVR guna menguak penyebab jatuhnya pesawat Sriwijaya di perairan Kepulauan Seribu. Kita berharap hasil investigasi tersebut ditindaklanjuti dengan upaya memperkecil setiap resiko keselamatan penerbangan, guna mewujudkan kondisi zero accident oleh setiap pemangku kepentingan transportasi udara.
Yang bisa dipastikan terukur adalah pelaksanaan standar prosedur operasi, namun jaminan keselamatan penerbangan tidak akan bisa dipastikan. Sebagai contoh pesawat Malaysia Airlines MH 17 pada Juli 2014 dalam penerbangan dari Amsterdam ke Kualalumpur saat sedang di atas wilayah Ukraina Utara, ditembak jatuh dengan rudal darat ke udara oleh kelompok separatis pro Rusia. Oleh karena itu setiap musibah penerbangan juga akan menyadarkan para pengguna jasa atau penumpang, bahwa resiko terkait keselamatan penerbangan akan selalu ada.
Pengalaman pertama saya menjadi penumpang pesawat militer adalah dengan pesawat Hercules C-130 TNI AU saat bertugas di Timor-Timur. Setiap rute ke Dili, pada umumnya dilayani oleh pesawat Hercules TNI AU untuk kepentingan pergeseran personel dan logistik komando pelaksana operasi (kolakops) Timor Timur. Seperti dalam bis kota, saya pernah terus menerus berdiri dalam penerbangan dari Dili menuju Malang. Terbatasnya frekwensi penerbangan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh personel yang mendapat ijin cuti pulang ke Jawa dan membuat penumpang "Herky" dari dan ke Dili selalu penuh.
Tiga bulan sebelum jajak pendapat yang merubah status Timor Timur menjadi negara merdeka, saya sudah meninggalkan Bumi Timor Lorosae. Kali ini tidak dengan pesawat TNI AU, namun menumpang kapal PT Pelni KM Dobonsolo. Sejak saat itu sampai tahun 2013 saya tidak pernah lagi naik pesawat Hercules C -130. Baru pada tahun 2014, saat saya mendapat tugas mengikuti Latihan Gladi Posko PPRC TNI di Divisi Infanteri 1 Kostrad Cilodong Depok, saya kembali bisa naik pesawat Hercules TNI AU. Ada yang sama dengan yang saya alami pada tahun 1995 sampai 1999, yaitu terbayang peristiwa jatuhnya Hecules C-130 pada tahun 1991. Musibah ini menyebabkan meninggalnya 135 prajurit TNI AU setelah bertugas mengikuti upacara parade HUT TNI.
Setelah ditunjuk sebagai tim seleksi calon bintara dan tamtama TNI AL (werving) pada tahun 2001 -2003 di luar Jawa, saya baru bisa merasakakan naik pesawat fixed wing Nomad TNI AL. Berbeda dengan Hercules TNI AU yang berbadan besar dan mampu membawa ratusan pasukan para dalam operasi serbuan lintas udara, pesawat Nomad TNI AL yang mengantarkan tim werving, panjangnya hanya 12,5 m dan mampu membawa penumpang maksimal 14 orang. Nomad yang mungil membuat saya terayun-ayun di angkasa dan menyadarkan betapa kecil serta fananya manusia di tengah hamparan pemandangan lautan luas semesta. Di kawasan Asia Pasifik, hanya Nomad yang mampu terbang rendah untuk memantau obyek dari dekat.
Pesawat Nomad buatan Government Aircraft Factories (GAF) Australia, mulai memperkuat TNI AL dan tergabung dalam Skuadron 800 yang dibentuk pada Juli 1976. TNI AL menggunakan pesawat Nomad tipe N22 maupun N24, dengan penambahan sejumlah pesawat yang datang pada tahun 1993 dan 1995. Pesawat yang datang pada dua tahun terakhir tersebut adalah Nomad bekas pakai Angkatan Udara dan Angkatan Darat Australia. Secara bertahap TNI AL mulai mengurangi operasional pesawat Nomad, menyusul terjadinya beberapa kali musibah jatuhnya pesawat Nomad dan memilih NC-212 sebagai pengganti. Pada tahun 2007 TNI AL menerima penyerahan pesawat NC-212 ketiga jenis patroli maritim sebagai realisasi kontrak antara PT DI dan Kemhan RI sejak tahun 1996<1>.
Tugas dan catatan musibah pesawat fixed wing
Si mungil Nomad yang terguncang-guncang membawa saya dari Tanjungpinang, Medan, Palembang dan Jakarta pada tahun 2002, mengingatkan musibah jatuhnya Nomad di Perairan Pulau Mapur, Bintan Utara Kepulauan Riau pada tahun 1987. Pesawat naas yang ber-home base di Tanjungpinang saat itu sedang bertugas melaksanakan patroli rutin. Beberapa tahun setelah itu, saya baru mengetahui ada kisah dramatis bahwa pilot Nomad N22S bernomor P-817 yang jatuh, yaitu almarhum Mayor Laut (P) Suwelo Wibisono bertukar tugas dengan Mayor Laut (P) Abdul Malik Yusuf. Pilot Abdul Malik yang semula menerbangkan pesawat baru Nomad P-817, mendapat perintah menerbangkan pesawat lama Nomad P-809 menuju Sabang. Sebaliknya Suwelo Wibisono yang semula mengawaki Nomad P-809 ganti menerbangkan Nomad P-817<2>.
Selain musibah Nomad P-817, pada akhir tahun 2007 pesawat Nomad P-833 menyusul jatuh di Batu Daun, Ujung Kareung Sabang. Dua tahun kemudian, pada 7 Desember 2009 pesawat Nomad P-837 yang terbang dari Long Bawan menuju Tarakan, jatuh di area pertambakan kecamatan Sekatak, kabupaten Bulungan Kaltim. Kompas.com mencatat bahwa sejak diproduksi pada tahun 1975, sebanyak 100 unit Nomad telah jatuh (7/9/2009). Menurut Wikipedia, sampai dihentikan produksinya pada 1985, GAF Australia telah menjual 172 unit Nomad.
Setelah era Nomad berakhir, saya baru mengenal pesawat Cassa NC-212 saat bertugas menyertai kadet Korps Marinir AAL menjalani latihan terjun para dasar di kawasan Juanda pada tahun 2006 - 2009. Sebagai Kakes AAL saya masih bertugas mengawal latihan kadet AAL. Hal tersebut saya lakukan untuk memberi kesempatan para dokter yunior mendapat tambahan pengalaman dan pendapatan melalui praktek pribadi dan jaga IGD rumah sakit. Dengan pesawat Cassa NC-212 pula, pada tahun 2007 penulis mendapat tugas khusus ke Cimahi, via Bandung.
Penerbangan ke Bandung itu membuat saya teringat pesawat Cassa maskapai Merpati Airlaines yang jatuh di lereng gunung Papandayan, Garut akibat cuaca buruk. Dari berbagai sumber media tercatat musibah pesawat Merpati tersebut terjadi pada tahun 1992 dengan tipe pesawat Cassa CN-235, dan diterbangkan pilot wanita Captain Fierda Basaria Panggabean. Musibah pesawat Cassa sipil sebelumnya adalah NC 212 PK PCM milik Pelita Air Service yang jatuh di laut Jawa pada tahun 1990. Selama menjadi alutsista TNI, terdapat 3 unit pesawat NC 212 yang mengalami musibah jatuh. Cassa TNI AL NC 212 U-614 jatuh pada tahun 2001 di Kurima, Wamena Pegunungan Jayawijaya, NC 212 Penerbad jatuh di wilayah Semarang pada tahun 2006 dan NC 212 TNI AU A-2106 jatuh di lereng Gunung Salak Cibitung Bogor pada tahun 2008.
Bertugas bersama pesawat NC 212 kembali saya alami saat melaksanakan survei mempersiapkan Operasi Bakti Surya Baskara Jaya (SBJ) LXIV Sail Tomini 2015. Daerah sasaran survei adalah Tolitoli, Tahuna, Gorontalo, Tojo Una Una dan Banggai Laut. Untuk menuju Kabupaten Banggai laut, tim survei harus berganti menggunakan kapal motor, dan pesawat menunggu di bandara Tanjung Api Tojo Una-Una.
Selain data profil wilayah dan koordinasi dengan berbagai instansi, tujuan survei juga untuk memastikan kelak kapal rumah sakit KRI dr. Soeharso 990 dapat merapat di dermaga pelabuhan, sehingga pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan efektif dan efisien. Saat kembali ke Surabaya, kami transit di Lanal Balikpapan. Cuaca yang tidak bersahabat membuat pilot memutuskan menunda jadwal penerbangan sehingga tim survei menambah semalam singgah di Balikpapan.
Helikopter, dari bantuan kemanusiaan dalam negeri sampai misi PBB
Pada 2 Juli 2017, satu pesawat helikopter Basarnas yang akan melaksanakan evakuasi korban akibat meletusnya kawah Sileri Dieng jatuh di Temanggung. Pada musibah tersebut gugur 4 personel TNI AL dan 4 personel Basarnas. Pilot helly Basarnas tersebut adalah Kapten Laut (P) Haryanto anggota Puspenerbal. Kebetulan kami sering bertemu pada berbagai kesempatan latihan dan helikopter Puspenerbal sering memperkuat KRI dr. Soeharso 990 (SHS).
Fungsi asasi helikopter di kapal rumah sakit adalah sebagai ambulan udara untuk evakuasi medik dengan peran tambahan pergeseran logistik dan observasi daerah operasi. Sebagai contoh, KRI dr. SHS-990 hanya bisa lego jangkar jauh dari pantai P. Mutus Waigeo Barat, Raja Ampat pada Opsbak SBJ LXIII/2013. Maka pasien pasca operasi dan perawatan di kapal dikembalikan ke pulau dengan helly Bell dan sebagian menggunakan LCU. Pada Desember 2004, helikopter Bell 212 yang mendukung Operasi Bakti SBJ penanggulangan gempa Nabire, jatuh di sungai Siriwo Nabire.
Helikopter TNI AL sebagai ambulan udara KRI dr. Soeharso 990, dok.pri.
Pengalaman naik helly terbanyak bagi saya adalah saat tergabung dalam Kompi Zeni TNI Kontingen Garuda XX-B/MONUC di Kongo, baik untuk kepentingan pergeseran personel, logistik maupun evakuasi medis. Salah satu personel Garuda XX-B mengalami evakuasi medis udara dari kota Beni ke Bunia yang berjarak 155 km karena sakit radang usus buntu. Pada tahun 2006 pesawat rotary wing PBB MONUC Aviation berjumlah 62 helikopter, yang terdiri dari pesawat militer negara partisipan dan pesawat sipil yang disewa PBB.
Angkatan Udara Bangladesh berpartisipasi menyediakan helikopter angkut Mi-17, sedang India berperan sebagai penyedia helikopter serbu Mi-35 <3>. Untuk mendukung mobilitas satuan MONUC khususnya di wilayah Provinsi North Kivu, Kompi Zeni TNI Garuda XX-B bertugas membangun landasan pacu lapangan terbang Mavivi di Kota Beni. Hal tersebut dilaksanakan pada semester kedua penugasan.
Penulis bersama pilot sipil PBB MONUC Aviation di lapter Mavivi Beni, Provinsi Kivu Utara, Kongo, dokpri.
Sepanjang kami bertugas tahun 2004 - 2005, tidak ada serangan langsung ke moda transportasi udara PBB. Resiko serangan senjata lintas datar dan lintas lengkung justru dialami oleh unit-unit patroli pengintai satuan infanteri mekanis. Batalyon Infanteri Bangladesh mengalami kerugian terbesar ketika 9 personelnya gugur akibat serangan milisi. Meskipun demikian saat mendampingi Dansatgas Garuda XX/B Mayor CZI. Harry Pahlawantoro ke Mabes MONUC di Kinsasha, dengan pesawat fixed wing Antonov 24, sempat terbersit di ingatan saya bagaimana tragedi genosida pada konflik politik suku Hutu-Tutsi diawali dengan tertembaknya pesawat yang ditumpangi Presiden Rwanda dan Presiden Burundi pada April 1994.
Terdapat banyak data kecelakaan penerbangan sipil di Kongo akibat tuanya usia pesawat, buruknya infrastruktur dan banyak maskapai lokal yang masuk daftar larangan terbang ke Eropa karena tidak memenuhi persyaratan keamanan. Terkait pesawat PBB dari berbagai media saya hanya menemukan 4 kasus. Pada September 2008 pesawat PBB jatuh menabrak gunung di wilayah Bukavu dan menewaskan 17 orang penumpangnya (news.detik.com, 3/7/2008). Pada tahun 2011 pesawat PBB nomor 834 jatuh di Kinsasha menewaskan 26 orang (m.antaranews.com, 5/4/2011).
Kontingen Garuda XX-B menyelesaikan tugas dengan tuntas dan kembali ke tanah air tanpa kerugian personel maupun material. Berita duka justru datang dari Nepal, ketika Letkol Laut (T) Sondang Doddy Irawan yang bertugas sebagai pengamat militer PBB pada misi UNMIN, gugur bersama 6 staf PBB dan 3 awak helikopter. Pada 3 Maret 2008 helikopter PBB yang membawa Letkol Sondang jatuh akibat cuaca buruk 80 km timur Kathmandu (nasional.kompas.com, 5/3/2008) <4>. Setahun kemudian, pada akhir November 2009, kelompok bersenjata menyerang helikopter PBB di Kongo yang melukai 3 orang pasukan PBB dan seorang pilot sipil. Pada Oktober tahun 2013, terjadi insiden tanpa korban, ketika helikopter PBB ditembaki dengan senapan mesin oleh pemberontak Maret-23 (M-23) di Rumangabo, North Kivu, Kongo (money.kompas, 12/10/2013).
Kontingen Pasukan Garuda Indonesia bukan hanya sebagai pengguna penerbangan PBB. Sejak tahun 2015, Indonesia berperan memperkuat satuan udara PBB. Dengan 3 pesawat MI-17 TNI AD, satgas udara Kontingen Garuda Indonesia berpartisipasi dalam misi PBB MINUSMA di Mali. Helikopter TNI AL juga melengkapi setiap kapal perang Indonesia yang berpartisipasi dalamMaritime Task Force (MTF) UNIFIL di Libanon.
Hingga saat ini penugasan helikopter TNI di Mali dan Libanon terlaksana aman, namun justru di dalam negeri Helly Mi-17 TNI AD jatuh di Kabupaten Pegunungan Bintang Papua pada 28 Juni 2019 dan di Kendal Jateng pada 6 Juni 2020. Helikopter Mi-17 turut berperan mengantar personel Puskes TNI yang terlibat penanggulangan kasus gizi buruk dan kejadian luar biasa campak di Kabupaten Asmat pada tahun 2018.
Wasana Kata
Musibah penerbangan dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan jenis pesawat apa saja, dalam situasi damai maupun perang. Insiden Sriwijaya Air Jatuhmungkin masih akan dialami maskapai yang lain. Bagi penulis, pengalaman bertugas sebagai penumpang pesawat militer membawa sensasi yang berbeda terkait dengan berbagai keterbatasan dan resiko. Oleh karena itu penting untuk bersikap menerima dan melaksanakan tugas dengan ikhlas agar tugas membawa berkah bagi satuan, masyarakat dan keluarga.
Seyogyanya setiap saat menyadari keterbatasan eksistensi sebagai mahluk ciptaan, seraya menyerahkan keberadaan diri kepada Tuhan yang berdaulat mengatur kehidupan kita . Setiap pengalaman penugasan, khususnya menjadi pengguna moda transportasi udara, membawa kepada kesadaran tentang terbatasnya kehidupan. Peran penting penumpang adalah mentaati seluruh aturan dalam penerbangan untuk memperkecil resiko yang membahayakan keselamatan penerbangan.
Meski hanya memotret penugasan bersama pesawat Nomad N-22/N-24, Cassa NC 212, Antonov 24, Hercules Lockheed C-130, Helikopter Bell 212/412 dan Mi-17, tulisan ini untuk mengenang dan menghormati dedikasi para awak semua jenis pesawat yang telah gugur dalam tugas. Juga bagi yang masih terus memilih melanglangbuana, menembus wilayah terpencil mendistribusikan kebutuhan pokok dan material pembangunan serta mendukung pelayanan kesehatan, mempertemukan manusia dari berbagai penjuru bumi untuk kepentingan kesejahteraan dan perdamaian.
Pudji Widodo
Sidoarjo, 28012021
Sumber :
1. Puspen TNI. tni.mil.id, 7 Maret 2007, diunduh 25 Januari 2021.
2. detiknews. detik.com, 19 Juni 2007, diunduh 24 Januari 2021.
3. Puspen TNI. tni.mil.id, 14 Juli 2006 diunduh 27 Januari 2021.
4. ANT/WAH. nasional.kompas.com, 5 Maret 2008, diunduh 27 Januari 2021.
Artikel sudah diunggah di akun :
https://www.kompasiana.com/pudji83367/60129d178ede481c3908e3f2/si-mungil-nomad-sampai-hercules-jumbo-menyadarkan-terbatasnya-kehidupan?page=all#section2
Komentar
Posting Komentar