Memilih Nama dan Membesarkan KKO AL (Catatan kedua)
Oleh : Pudji Widodo
Melacak jejak nama komando
Pada tanggal 9 Oktober 1948 Kementerian Pertahanan resmi menetapkan bahwa dalam Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) terdapat lima Corps yaitu Pelaut, Mesin, Administrasi, Komando dan Kesehatan. Aturan tersebut tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Pertahanan Nomor A/565/48 tentang Peraturan Pangkat Angkatan Laut dalam Reorganisasi dan Rasionalisasi (ReRa).
Selain sebagai nama kecabangan/korps dalam pangkat, Komando juga menjadi nama kesatuan tempur dalam struktur organisasi ALRI. Maka sejak tanggal 9 Oktober 1948, nama Korps Komando Angkatan Laut (KKO AL) menggantikan Corps Mariniers (CM) yang telah terbentuk sejak 15 November 1945. Melalui ReRa, Kementerian Pertahanan mengakui hanya satu nama organisasi satuan tempur darat matra laut yaitu KKO AL.
Mengapa Kementerian Pertahanan memberi identitas Komando sebagai pengganti Corps Mariniers ? Supo Duto seorang purnawirawan Korps Marinir menjelaskan dasar penggunaan nama komando. Keberhasilan menumpas pemberontakan PKI Madiun menjadi bukti Resimen Samudera mampu berperan sebagai pasukan komando. Sumber lain mengatakan bahwa nama Corps Mariniers diganti karena berbau kolonial Belanda. Ada juga yang menyatakan sebutan komando terinspirasi dari nama Royal Marine Commando (RMC) Inggris.
Terdapat benang merah antara RMC sebagai unsur British Commando dengan pembentukan Depot Speciale Troepen yang kemudian berganti menjadi Korps Speciale Troepen (KST) Hindia Belanda. Selanjutnya KST memicu pembentukan satuan komando di jajaran Siliwangi-Angkatan Darat. Pasukan KST menggunakan identitas yang sama dengan British Commando dan Royal Marine Commando, yaitu baret hijau. Satu identitas yang menunjuk sumber pelatihan di Commando Basic Training Centre (CBTC) di Achnacarry Skotlandia.
Pasukan KST menjadi ujung tombak operasi Kraai dalam Agresi II Belanda untuk menguasai ibukota RI Yogyakarta dan diterjunkan merebut lapangan terbang Maguwo pada 19 Desember 1948. Pada manuver di berbagai daerah, KST dipimpin Kapten Raymond Westerling. Westerling pernah memperoleh latihan khusus di CBTC Skotlandia.
Di CBTC pada tahun 1940 dilatih British Commando yang awalnya hanya berasal dari Resimen Angkatan Darat dan sukarelawan dari negara sekutu, termasuk Belanda. Pada tahun 1942 menyusul Royal Marine berpartisipasi dalam format Batalyon Royal Marine Commando. Ketika Perang Dunia-II berakhir, British Commando dibubarkan, namun nama kualifikasi dan pelatihan komando tetap dipertahankan oleh Marinir Inggris.
Pada periode yang sama di jajaran TNI belum ada satuan yang menggunakan istilah komando sebagai kualifikasi prajurit. Baru pada 16 April 1952 Panglima Tentara dan Territorium III/Siliwangi membentuk Kesatuan Komando (Kesko TT-III). Pada tahun 1953 Kesko TT-III berkembang menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD) yang kemudian berubah menjadi RPKAD.
Pembentukan Kesko TT-III merupakan ide Letnan Kolonel Slamet Riyadi yang terinspirasi kemampuan tempur para mantan personel KST. Saat itu kompi eks KST yang berpihak kepada separatis RMS, mampu menghambat gerak maju pasukan Slamet Riyadi yang jumlahnya lebih besar. Berbeda dengan pasukan Slamet Riyadi, tidak ada catatan peristiwa kontak senjata antara CM ALRI dengan DST/KST.
Tidak ada pengaruh langsung dari superioritas KST terhadap munculnya ide nama KKO AL. Namun pengenalan satuan khusus tentu terbuka setelah personel KKO AL mendapat kesempatan tugas belajar di Belanda dan Amerika Serikat antara tahun 1949 - 1953. Kesempatan yang kelak menentukan sejarah perkembangan organisasi dan kekuatan KKO AL.
Semangat pemberian nama KKO AL lebih tepat bila dibandingkan dengan saat Inspektur Polisi Tk. I. Mohammad Jasin memberi nama Polisi Istimewa. Polisi Istimewa merupakan pengganti polisi khusus bentukan Jepang Tokubetsu Keisatsu Tai. Bahkan satuan Polisi Istimewa berani lebih dulu bermetamorfosis menjadi Mobile Brigade untuk menunjukkan kualifikasi khususnya pada tanggal 14 November 1946. Sesuai kaidah bahasa Indonesia, mobile brigade diganti menjadi Brigade Mobil.
Jadi mengapa Kementerian Pertahanan memilih sebutan Korps Komando sebagai salah satu kecabangan dalam ALRI? Tidak ada penjelasan dalam Surat keputusan Menteri Pertahanan Nomor A/565/48 tahun 1948. Keputusan tersebut tampak untuk memberi identitas dan status elit infanteri laut, menjaga semangat perjuangan dan merupakan langkah pragmatis menutup intervensi PKI saat itu melalui Divisi-II Tentara Laut Republik Indonesia (TLRI).
Dari kompi landing team menjadi brigade pendarat
Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia sesuai hasil perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB), terbuka peluang kerja sama Indonesia - Belanda, termasuk bidang militer. Selain fasilitas kemarkasan, Belanda juga menyerahkan berbagai kendaraan tempur amfibi kepada KKO AL. Perkembangan tersebut menuntut KKO AL menyediakan pengawak organisasi.
Pada tahun 1949 - 1953, terdapat empat orang perwira KKO AL lulusan Koninklijke Instituut voor de Marine (KIM) Belanda kejuruan Marinir. Empat perwira KKO AL dikirim ke AS pada tahun 1952 untuk mengikuti pendidikan di Amphibious Warfare School. Selanjutnya pada tahun 1958, 10 bintara KKO AL mengikuti mengikuti pendidikan di Naval Amphibious School di Colorado AS. Pada dekade yang sama, tidak ditemukan informasi personel KKO AL yang dikirim menimba ilmu di Inggris.
Di tengah tugas-tugas penumpasan gerakan separatis, KKO AL tetap berupaya memenuhi kebutuhan personel. Selain Latihan Kemiliteran Pertama (LKP), lembaga pendidikan KKO juga menyelenggarakan pendidikan senjata bantuan infanteri dan pendidikan pemeliharaan tempur (komunikasi, angkutan, zeni, perbekalan-peralatan dan kesehatan). Tidak seluruh kejuruan dapat dipenuhi Pusat Pendidikan (pusdik) KKO. Pemenuhan personel artileri KKO AL dilakukan dengan mengirim personel ke pendidikan artileri Angkatan Darat.
Untuk kebutuhan bantuan tempur Pusdik KKO juga membuka Pendidikan Kendaraan Amfibi. Berdasar pengalaman operasi amfibi, pada tahun 1961 KKO AL mulai membuka pendidikan Intai Para Amfibi untuk memenuhi kebutuhan operasi khusus. Sedang terhadap seluruh calon personel KKO diberlakukan Pendidikan Komando yang diselenggarakan Sekolah Perang Khusus.
Perkembangan tersebut relevan dengan hasil pertemuan para perwira KKO di Surabaya pada November 1951 yang akan meningkatkan KKO AL sebagai pasukan pendarat amfibi yang tangguh dan profesional. Perkembangan KKO AL dari tahun 1950 yang semula hanya mampu menyiapkan 2 Kompi Landing Team, menjadi 1 Brigade Pendarat dan 1 Brigade cadangan untuk operasi Jayawijaya pada tahun 1962. Demikian pula selanjutnya pada operasi Dwikora tahun 1964, KKO AL mampu menyiapkan 2 Brigade Pendarat.
Sesuai amanat Trikora Presiden Soekarno dilaksanakan Operasi Jayawijaya yang di dalamnya terdapat upaya naval campaign. Hal ini karena setelah Armada RI resmi terbentuk tahun 1959, kekuatan ALRI telah lengkap dengan formasi kapal permukaan; kapal selam; penerbangan; pasukan pendarat amfibi dan pangkalan ALRI. Pengadaan alutsista ALRI termasuk kapal selam, kendaraan tempur tank dan panser amfibi menjadi kekuatan penggentar bagi Belanda yang semula enggan melakukan perundingan dan menyerahkan wilayah Irian Barat.
Sejarah menunjukkan keutuhan NKRI dengan kembalinya Irian Barat, di antaranya karena tekanan kampanye ALRI yang kuat, besar dan modern sesuai jamannya. Dengan demikian ALRI juga menetapkan pengembangan pasukan pendarat KKO AL sebagai komponen Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT) beserta seluruh kesenjataan, termasuk bantuan tempur dan bantuan administrasi. Perkembangan organisasi dan kekuatan KKO AL tersebut selaras Instruksi Kasal nomor 65/KSAL/51 yang menyebutkan bahwa pembentukan Korps Komando perlu terus disempurnakan. Sampai tahun 1965, akhirnya KKO AL telah berkembang menjadi seperti Komando Strategis Angkatan Laut.
Perkembangan KKO AL yang memilh menjadi besar dengan berbagai kesenjataan, berbeda dengan Royal Marine Commando yang tetap konsisten sebagai amphibious light infantry. Unsur satuan senjata bantuan untuk RMC berasal dari British Army. Agar dapat mendukung manuver marinir Inggris, personel dari British Army atau matra lain harus menjalani All Arms Commando Course (AACC) selama 13 minggu yang diselenggarakan Royal Marines. Setelah lulus pelatihan AACC, para personel angkatan darat berhak mengenakan tanda Army Commando .
Penutup
Dua puluh tujuh tahun nama KKO AL dipergunakan, namun tidak ada penjelasan resmi alasan pemilihan istilah komando sebagai korps dan nama pasukan. Upaya membandingkan dengan nama Polisi Istimewa, menampakkan kesamaan sebagai pembangkit semangat perjuangan, mengganti nama warisan kolonial dengan identitas tentara nasional dan menyandang status elit.
Organisasi dan kemampuan tempur KKO AL terus berkembang lengkap dengan unsur kesenjataan bantuan tempur dan bantuan administrasi. Perkembangan lingkungan strategis menuntut kehadiran Angkatan Laut dengan SSAT yang paripurna. Sebagai komponen SSAT, besarnya perkembangan organisasi dan kekuatan KKO AL paradoks dengan identitas namanya, satuan komando yang pada umumnya kecil dan melaksanakan misi khusus.
Tahun 1975 nama KKO AL ditanggalkan, diganti dengan nama semula Korps Marinir. Faktor geostrategis telah membesarkan KKO AL, namun perubahan situasi politik seiring dengan transformasi kekuasaan dari orde lama kepada orde baru, membuat KKO AL mengalami proses penyusutan akibat likuidasi berbagai satuan pelaksana. Dengan tetap berbaret ungu, Korps Marinir TNI AL melanjutkan darma bakti KKO AL (pw).
.
Pudji Widodo,
Sidoarjo, 20122023 (144).
Telah diunggah dalam secangkirkopibersama 23/12/2023.
Rujukan tulisan :
1. Duto S : Marinir TNI AL Masa Lalu. Sekarang dan Masa Datang. Majalah TSM No.39 Tahun III November 1989.
2. Jawatan Kesehatan TNI AL : Sejarah Kesehatan TNI Angkatan Laut. 1980
3. Muzzaki AM : KKO Hingga Marinir 1948 - 1975, Pasang Surut Pasukan Pendarat TNI AL, Matapadi Presindo, 2020.
Komentar
Posting Komentar