Visum et Repertum, yang Lolos dari Intervensi Sambo

Sumber foto : ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja via CNN Indonesia 8/8/2022


Visum et Repertum, yang Lolos dari Intervensi Sambo   

Oleh : Pudji Widodo

"Kenapa kami menolak autopsi yang lalu, karena autopsi yang lalu dikatakan matinya itu karena TEMBAK MENEMBAK dan dari RS Polri tidak ada yang protes.  (Detik.com, 20/7/2022).

Autopsi penggalian jenazah

Ada dua berita terkait kasus Duren Tiga  yang memenuhi layar kaca televisi sepanjang hari Semin 22 Agustus 2022. Pertama tentang Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara DPR RI berturut-turut dengan Menkopolhukam,  Komnas HAM dan LPSK. Kedua,  tentang Tim Dokter Forensik Independen bentukan Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) yang menyerahkan hasil autopsi ulang jenazah Brigadir J kepada Bareskrim Polri.

Menyetujui permintaan keluarga, Polri mengajukan permohonan kepada PDFI untuk menunjuk Tim Dokter Forensik Independen (TDFI) sebagai pelaksana autopsi ulang jenazah Brigadir J. Pada tanggal 27 Juli 2022, Dokter Ade Firmansyah, Spesialis Forensik dari RSCM dan Ketua Umum PDFI memimpin ekshumasi dan autopsi ulang di RSU Sungai Bahar Muaro Jambi. Komposisi TDFI terdiri 5 orang dokter spesialis dari 2 rumah sakit dan 3 dari fakultas kedokteran, yang diperkuat 3 Guru Besar ilmu Kedokteran Kehakiman (.Opsi ID.  27/7/2022).

Setelah menyerahkan hasil autopsi ulang kepada Penyidik Bareskrim Polri, dr. Ade Firmansyah, Sp.F memberi keterangan singkat kepada wartawan tentang autopsi penggalian jenazah Brigadir J. Adapun pernyataan penting Dokter Ade Firmansyah Sp.F adalah 
"Saya bisa yakinkan sesuai dengan hasil pemeriksaan kami, baik pada saat kita lakukan otopsi maupun dengan pemeriksaan penunjang dengan pencahayaan dan hasil mikroskopik, tidak ada luka-luka pada tubuhnya selain luka-luka akibat kekerasan senjata api," (Kompas.com, 22/8/2022). Dokter Ade Firmansyah juga menyatakan adanya dua luka tembak fatal di kepala dan di dada Brigadir J.

Perbandingan ringkas pelaksanaan autopsi pertama dan autopsi ulang jenazah Brigadir J tercantum dalam tabel di bawah ini :

Menanggapi hasil autopsi ulang tersebut, pengacara keluarga Brigadir J menyatakan bahwa : “Kalau independen dia harus serahkan ke saya, tapi kalau hanya kasih ke penyidik dia tidak independen, dia dokternya penyidik.” (Kompas.com, 23/8/2022). Komposisi dan profil anggota dan penasehat Tim Dokter Forensik Independen rupanya tidak menjamin pengacara keluarga Brigadir J puas terhadap hasil autopsi. Padahal salah satu permintaannya untuk menjamin netralitas pemeriksaan, agar terdapat dokter forensik TNI telah dipenuhi PDFI dengan keterlibatan dokter forensik RSPAD Gatot Subroto.

Di bidang medis, terdapat tiga jenis autopsi, yaitu autopsi klinik, autopsi anatomis dan autopsi forensik. Autopsi forensik sangat diperlukan dalam proses peradilan, dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai pada pemeriksaan di persidangan.Seperti halnya autopsi pertama, hasil autopsi ulang pun dituangkan dalam format Visum et Repertum (VeR). 

Jenis VeR meliputi VeR korban hidup (VeR perlukaan, VeR psikiatrikum dan VeR tindak pidana kesusilaan) dan VeR jenazah. Tubuh korban meninggal adalah alat bukti yang tidak mungkin dihadirkan secara fisik dalam seluruh rangkaian proses peradilan. Jenazah korban telah diwakili VeR yang disusun oleh seorang dokter ahli forensik.

Terdapat dua jenis VeR korban mati yaitu VeR jenazah dan VeR penggalian jenazah. Dengan demikian untuk membuat terang kasus meninggalnya Brigadir J, terdapat dua dokumen VeR yang telah diterima penyidik Polri, yaitu VeR jenazah dan VeR penggalian jenazah.

Visum et Repertum termasuk jenis alat bukti surat, berbentuk surat keterangan hasil pemeriksaan dokter, sehingga merupakan barang bukti konkret.  Hal tersebut sesuai Pasal 184 KUHAP bahwa termasuk dalam alat bukti adalah (a) keterangan saksi, (b) keterangan ahli, (c) surat, (d) petunjuk dan (e) keterangan terdakwa. Adapun pihak yang berwenang mengajukan penerbitan VeR adalah penyidik.

Fungsi VeR dalam pengusutan perkara tindak pidana adalah :
a. Pada tingkat penyelidikan VeR berguna untuk menentukan ada tidaknya peristiwa pidana pada tubuh korban.
b. Mengungkapkan penyebab kematian. Penentuan penyebab kematian mendukung upaya mengetahui jenis alat atau senjata yang dipakai untuk melakukan tindak pidana  berdasar jenis luka dan jenis kekerasan.
c. Menentukan identitas korban dan pelaku,
d. Memperkirakan saat kematian,
e. Mengungkapkan cara kematian korban. Hal ini berhubungan dengan upaya menentukan apakah kematian korban wajar atau tidak wajar (Kuswara IY, 2021 : 83-92).

Bukan Tembak Menembak

Autopsi jenazah dan autopsi penggalian jenazah Brigadir J mengungkapkan dua luka tembak fatal sebagai penyebab kematian. Pada korban Brigadir J ditemukan luka tembak pada kepala bagian belakang sisi kiri yang menimbulkan kerusakan jaringan otak, dan luka tembak pada dada sisi kanan yang merobek paru-paru dan menimbulkan pendarahan hebat yang menyebabkan kematian korban (Kompas.com,  12/8/2022).

Luka tembak masuk dibedakan menjadi luka tembak tempel, luka tembak jarak sangat dekat, luka tembak jarak dekat dan luka tembak jarak jauh. Perubahan bagian tubuh pada luka tembak diakibatkan oleh faktor trauma mekanis dari peluru dan trauma thermis dari pembakaran mesiu. Untuk mendukung akurasi autopsi,  selain pemeriksaan makroskopis, para dokter forensik juga menggunakan pemeriksaan penunjang kimiawi,  pemeriksaan mikroskopis jaringan dan pemeriksaan radiologi X-ray (Parinduri AG, 2020 : 316-341).

Meskipun kasus Duren Tiga mendapat perhatian masyarakat, namun bukan berarti para dokter forensik mempublikasikan VeR untuk memuaskan keingintahuan publik. Publik hanya mendapat informasi singkat penyebab kematian. Hal ini karena dokter ahli forensik Polri dan TDFI hanya menyerahkan VeR kepada penyidik selaku pengguna VeR dan akan dijadikan sebagai alat bukti pada berbagai tahap proses peradilan.

Dokter forensik autopsi jenazah maupun autopsi penggalian jenazah, tentu telah mencantumkan semua aspek penatalaksanaan autopsi dan pemeriksaan penunjang yang relevan serta faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan dalam sistematika VeR. Masyarakat dapat mencermati semua keterangan VeR pada proses persidangan yang menghadirkan para dokter forensik sebagai saksi ahli.

 Lalu bagaimana dengan pernyataan pengacara Brigadi J berikut ini : "autopsi yang lalu dikatakan matinya itu karena TEMBAK MENEMBAK ....." 

Format, sistematika dan fungsi penyusunan VeR, tidak memberi ruang kepada dokter pelaksana autopsi untuk mencantumkan pendapat adanya peristiwa “TEMBAK MENEMBAK" dalam kesimpulan VeR korban mati. Dokter forensik juga tidak menyimpulkan Penganiayaan. Yang disebutkan dalam kesimpulan adalah jenis luka,  jenis kekerasan penyebab luka dan sebab kematian, bukan konstruksi peristiwa di TKP.

Bukan tugas dokter ahli forensik untuk menyimpulkan konstruksi peristiwa. Merupakan tugas penyidik yang meramu dari berbagai alat bukti termasuk VeR, untuk merekonstruksi peristiwa di TKP, tentang adanya kematian tidak wajar akibat kekerasan senjata api 

Memang tersangka FS telah merancang skenario tembak menembak, menghilangkan barang bukti, merusak TKP dan merekayasa kasus. Mungkin juga ada upaya pengelabuan dari para tersangka pada aspek investigasi kedokteran kepolisian. Skenario FS runtuh dengan keterangan Kapolri pada tanggal tanggal 9 Agustus 2022 bahwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan, (Kompas.com, 9/8/2022). 

Demikian sistematisnya pengaruh tersangka FS tampak dari besarnya jumlah personel Polri yang diperiksa terkait kasus Duren Tiga yaitu 97 orang. Oleh karena itu wajar bila ada warga masyarakat dan kuasa hukum keluarga Brigadir J yang meragukan hasil autopsi jenazah oleh dokter forensik RS Polri Said Sukanto.

Hasil autopsi ulang TDFI seharusnya mengakhiri spekulasi terhadap hasil autopsi jenazah oleh dokter forensik RS Polri dan dugaan TDFI tidak independen.  Kesimpulan VeR jenazah RS Polri yang relatif sama dengan VeR penggalian jenazah yang disusun Tim PDFI, membuktikan VeR sebagai alat bukti yang tidak terpengaruh intervensi skenario FS. 

Adapun faktor pendukung TDFI untuk menjaga independensi dan imparsialitas, adalah : 
a. Besarnya perhatian dan harapan berbagai elemen masyarakat yang terluka rasa keadilan dan kemanusiaannya,
b. Komposisi dokter spesialis dan penasehat TDFI dari berbagai fasilitas kesehatan dan fakultas kedokteran.
c. Komnas HAM dan Kompolnas melakukan pengawasan langsung.
d. Perintah Presiden agar tidak ada yang ditutup-tutupi dan cepat dituntaskan.
e. Motivasi internal TDFI menjaga martabat profesi dan akademisi dari berbagai bentuk intervensi.
f. Motivasi internal TDFI untuk menghadirkan alat bukti sesuai kaidah ilmiah yang  mendukung kinerja para penegak hukum.

sumber ilustrasi : tangkapan layar www.viva.co.id, 23/8/2022

Merupakan hak pengacara keluarga Brigadir J untuk mengkritisi hasil autopsi jenazah dan autopsi penggalian jenazah serta meragukan independensi TDFI. Kesempatan untuk menguji fakta VeR terbuka di forum sidang pengadilan.. Namun tidak elok ketika pengacara Brigadir J menyatakan :
"Berarti dokternya ini belum profesional, kita harus sekolahkan lagi dia ke luar negeri supaya pintar."
- “Mereka selama autopsi sudah saya notariskan, jadi kalau mereka mengatakan sesuatu yang beda dengan yang sudah saya notariskan itu berarti di sini ada kebohongan." (Kompas.com, 23/8/2022).

Penutup

Terhadap pendapat pengacara keluarga Brigadir J tentang hasil autopsi jenazah dan autopsi penggalian jenazah yang tertuang dalam VeR, menurut saya :
- Dokter forensik hanya menyerahkan VeR yang memuat hasil autopsi kepada penyidik, karena sesuai ketentuan hanya penyidik yang berhak mengajukan VeR.
- VeR tidak mencantumkan pendapat dokter forensik tentang konstruksi peristiwa, misalnya Tembak Menembak dan Penganiayaan.
- Kasus Duren Tiga menjadi momentum Polri melakukan "bersih-bersih" internal. Selaras dengan itu, tidak mungkin TDFI      mencemari tugas mulia dengan tidak independen berpihak kepada oknum pelaku kejahatan kemanusiaan dan mereka yang menghalangi proses penegakan keadilan.

Kasus Duren Tiga membuktikan terdapat sejumlah personel Polri yang gagal mengatasi pusaran tekanan perintah atasan yang  melanggar hukum. Namun hal itu tidak mempengaruhi integritas para dokter spesialis forensik Polri untuk menghasilkan VeR yang pro yustisia  (pw).


Pudji Widodo,
Sidoarjo, 23082022 (122).

Sumber :
1. Parinduri AG. Buku Ajar Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Umsu Press, Medan, 2020.
2. Kuswara IY. Visum et Repertum Sebagai Alat Bukti Konkrit dalam Mencari Kebenaran Material pada PembuktianTindak Pidana. Jurnal Ius Civile, Vol 5 No. 2 Oktober 2021, 83 – 92.
   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Legwraps sepatu tentara bukan aksesori tanpa makna

Pengesahan Nama Korps, Satuan dan Baret KKO AL Sebagai Pasukan Pendarat Amfibi

Bukan Sekedar Membangun Citra, Kompi Protokol Mabes TNI AL Ganti Kostum