Catatan Menjelang Asian Games XVIII dan Asian Para Games 2018, "No Medical, No Games"
Catatan Menjelang Asian Games XVIII dan Asian Para Games 2018, "No Medical, No Games"
Oleh : Pudji Widodo
Tantangan dan kebanggaan.
"Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games (AG) pertama kali tahun 1962. Lima puluh enam tahun kemudian Indonesia dipercaya kembali menjadi penyelenggara AG lagi. Kita tidak tahu kapan lagi AG akan diselenggarakan di Indonesia, mungkin sampai akhir hayat kita tidak lagi sempat menyaksikan.
Hal ini karena lamanya waktu untuk mengulangi kesempatan itu dan banyaknya negara lain yang juga antri berminat untuk menjadi penyelenggara AG. Karena itu marilah kita dari jajaran kesehatan yang diberikan amanah terlibat langsung dalam penyelenggaraan AG, melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab dan menjadikannya sebagai kebanggaan dalam melayani tamu-tamu negara".
Tersebut di atas adalah sebagian dari sambutan Kolonel Laut (K) dr. Wiweka, MARS; Kepala Rumkit TNI AL dr. Mintoharjo selaku Vice Director Medical and Doping Control Department INASGOC, yang disampaikan kepada 128 orang tenaga kesehatan peserta Workshop Manajemen Alur Pelayananan Kesehatan Rumah Sakit Rujukan Untuk Asian Games dan Asian Para Games (APG).
Peserta workshop berasal dari 27 Rumah Sakit Rujukan untuk AG/APG 2018. Setiap rumah sakit diwakili personel yang mewakili manajemen rumah sakit, Kepala IGD, dokter IGD dan perawat IGD. Saya termasuk yang beruntung dapat mengikuti workshop tersebut, yang diselenggarakan Kemenkes pada tanggal 18 - 19 Juli 2018.
Dukungan Kesehatan Yang Holistik.
Adapun daftar 27 rumah sakit rujukan dalam penyelenggaraan AG/APG tercantum dalam Keputusan Menkes yang diterbitkan pada tgl 26 Juli 2018 meliputi 15 RS di Jakarta, 7 RS di Jabar, 4 RS di Sulsel (Palembang) dan 1 RS di Banten. Selain rumah sakit rujukan, sesuai tuntutan adanya rantai evakuasi, Kemenkes telah menyiapkan 170 Medical Station, 3 Medical Center dan 2 Poliklinik.
Semua fasilitas tersebut disiapkan agar pelayanan kesehatan bagi para pasien terlaksana paripurna, sejak dari venue olahraga; perkampungan atlet dan hotel di mana pasien mulai ditangani dan dirujuk. Pelayanan kesehatan juga dilaksanakan sejak duta olahraga mancanegara tiba di bandara serta bila diantara pasien ada yang harus direpatriasi karena melanjutkan pengobatan di negata asal.
Dalam hal ini tugas diemban oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan. (Pasien yang berhak dilayani adalah atlet, official, pejabat federasi internasional olahraga peserta AG, delegasi tehnis, wasit dan juri).
Untuk mobilisasi pelayanan kesehatan sesuai alur rantai evakuasi, Kemenkes telah menitipkan 25 ambulan VIP baru kepada 27 RS rujukan agar mendapat pemeliharaan rutin, sehingga ambulan tersebut siap digunakan pada saat AG dimulai sampai selesai. Alat kesehatan dan pengawak ambulan emergensi tersebut disiapkan untuk pelayanan dengan kemampuan UGD dan ICU mini bergerak.
Para dokter umum dan paramedis pengawak ambulan telah mengikuti penyegaran latihan general emergency life support. Selain pengadaan ambulan VIP baru oleh Kemenkes, untuk mendukung proses rujukan pasien AG/APG Pemda DKI juga menyiapkan 129 ambulan.
Dari aspek pengamanan, personel kesehatan telah dilengkapi dengan identitas khusus yang menjamin mereka berhak berada di lingkungan lokasi penyelenggaraan AG/APG. Maklum negara manapun yang ditunjuk jadi penyelenggara AG/APG tentu tidak ingin insiden teror Black September pada Olimpiade Munich 1972 terulang lagi di teritorialnya.
Bila pasien AG/APG yang dirujuk ternyata perlu rawat inap, Kemkes menjamin mereka dirawat di kelas VIP. Aspek kenyamanan dan keamanan memang menjadi prioritas. Sejak mereka diterima di IGD, pelayananan kepada mereka tidak dicampur dengan pasien reguler.
Patut diperhatikan bahwa pelayanan kesehatan tidak hanya ditujukan kepada mengurus pasien di bidang pengobatan /kuratif saja, Kemenkes juga menyelenggarakan pelayanan kesehatan preventif, diantaranya adalah survei dan pengawasan sanitasi lingkungan.
Selain aspek medis pada penyelenggaraan AG/AP, Kemenkes juga melaksanakan kegiatan food security, pemeriksaan higiene sanitasi pengolah makanan, pengendalian kualitas gizi dan distribusi makanan untuk atlet; official dan panitia. Para dokter dalam melayani atlet yang sakit dilarang memberi jenis obat yang menimbulkan efek doping. Untuk keperluan ini, Kemkes bersama Lembaga Anti Doping Indonesia bertugas melaksanakan uji tapis anti doping.
Guna memfasilitasi semua kepentingan tersebut, Kemkes telah mengadakan 14 jenis workshop bagi tenaga kesehatan untuk menjamin kualitas pelayanan kesehatan yang dipersyaratkan oleh Olympic Council of Asia (OCA).
Sukses Penyelenggaraan dan Akuntabilitas
Setiap atlet dari negara manapun, entah karena motivasi nasionalisme atau karena janji akan menerima hadiah uang tentu ingin menjadi juara. Setiap pengurus cabang olahraga juga mempunyai target berapa medali yang berpotensi bisa diperoleh. Ada negara yang mematok target juara umum, dan ada yang ingin memperbaiki peringkat menjadi 10 besar. Bila target terpenuhi atau bahkan yang didapat ternyata melebihi ekspektasi, maka hal ini disebut sebagai sukses prestasi.
Namun tidak cukup hanya itu. Sebagai tuan rumah tentu Indonesia juga tidak ingin malu karena tidak baik menjamu tamu kontingen olahraga dari mancanegara. Indonesia tidak ingin ada keluhan apapun dari tidak standarnya kondisi venue olahraga, kenyamanan akomodasi, tentang kualitas dan keamanan makanan, kurangnya tenaga volunteer, wartawan jangan sampai kesulitan mengirim berita ke kantornya di negara asal dan tidak baik dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Pemda DKI pun bekerja keras mempercantik fasilitas publik, sampai ada sungai yang dibikin wangi. Semua upaya tersebut dilakukan agar Indonesia bukan hanya meraih sukses prestasi, tetapi juga Indonesia sukses penyelenggaraan.
Apakah hanya sukses prestasi dan sukses penyelenggaraan ? Ternyata bukan hanya itu. Kolonel Laut (K) dr. Wiweka, MARS juga menjelaskan bahwa INASGOC diperlakukan juga sebagai Satuan Kerja penerima anggaran dari negara. Oleh karena itu wajib mempertanggunjawabkan sesuai kaidah administrasi keuangan negara. Nah mewujudkan tertib administrasi keuangan itulah yang disebut upaya meraih sukses akuntablitas.
Terakhir sebelum saya menutup catatan ini, saya ingin sampaikan adanya motto OCA yaitu "No Medical No Games". Kalimat ini tentu membangkitkan tekat seluruh jajaran kesehatan baik Dinas Kesehatan Pemda dan Pusat, TNI, Polri serta swasta dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna pada perhelatan akbar AG/APG 2018. "Jangan menyelenggarakan pertandingan dan perlombaan olahraga, bila dukungan kesehatan tidak siap".
Untuk itu hari Rabu kemarin 8 Agustus 2018 di Lapangan Monas Jakarta telah dilaksanakan apel kesiapan dukungan kesehatan pada Asian Games /Asian Para Games 2018 yang dipimpin Sekjen Kementerian Kesehatan RI.
SALAM OLAHRAGA dan SALAM SEHAT.
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Catatan Menjelang Asian Games XVIII dan Asian Para Games 2018, "No Medical, No Games"", Klik untuk baca :
kompasiana.com, 10/8/2018,
Sumber logo : Klik GNFI
Komentar
Posting Komentar