Segendang Sepenarian dalam Komposisi Mendoan
(Ilustrasi grup Trio Macan, sumber : bukalapak.com)
Oleh : Pudji Widodo
Tempe, yang tak lagi murah
Meminjam istilah yang berlaku bagi para pendukung Persebaya yang disebut bonek mania, untuk urusan makanan saya pun masuk kategori penyuka tempe garis keras. Sesekali isteri masih membuat mendoan, tempe berbalut tepung yang digoreng ala Banyumas. Namun situasi memaksa kini menu rebusan tempe/tahu yang lebih sering kami konsumsi.
(Mendoan, foto : Lilik Darmawan, klik mediaindonesia.com, 25/2/2020)
Selain karena harga kedelai membuat perajin tempe mengakali dengan memperkecil ukuran, juga karena harga minyak goreng telah membubung ke langit entah sudah ke lapis berapa. Meskipun demikian tempe tetap menjadi pilihan, karena kebutuhan sebagai sumber protein alternatif, selain susu, telur, ikan dan daging.
Tak perlu saya sebut lagi manfaat tempe, karena hal itu mudah dicari sumber informasinya asal paket internet HP anda cukup. Bukan hanya soal cita rasa, tetapi sadar manfaatlah yang membuat tempe mengglobal, ada di Jepang; Belanda, Jerman, Inggris, juga AS. Dalam konotasi positif, maka bukan hanya kita yang berjuluk bangsa tempe.
Ada kisah tentang Seth Tibbott, seorang pengusaha makanan nabati Tofurky di Amerika Serikat. Terinspirasi tentang Malang dari buku "Tempe" oleh Bill Shurtleff, sejak sebelas tahun lalu dia memproduksi tempe. Seth membuat tempe di bekas gedung sekolah di kota kecil Husum, Washington (klik BBC News Indonesia,).
Seth Tibbott pernah menerima pesanan 1.000 kilogram tempe untuk acara besar sebuah kelompok spiritual. Saat ini produk nabati yang dibuat dengan bungkus Tofurky terdiri dari berbagai jenis makanan dan tersebar di setidaknya 27.000 toko dan supermarket. Seth Tibbott menyebut tempe sebagai salah satu produk makanan nabati favorit.
Peningkatan jumlah penggemar tempe di AS tentu diikuti dengan bertambahnya kebutuhan kedelai. Namun selain untuk memenuhi kebutuhan sendiri, AS juga merupakan pemasok kedelai terbesar untuk Indonesia. Setelah AS, urutan negara pemasok kedelai ke Indonesia adalah Kanada, Argentina, Brazil dan Malaysia (klik voi.id, 23/2022). Menurut Kementerian Pertanian, sekitar 86,4% kebutuhan kedelai dipenuhi dari impor.
Masalahnya harga kedelai di pasar global telah melesat signifikan dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Berdasarkan data Kemendag, terhitung sejak awal tahun 2020 atau sebelum merebaknya pandemi Covid-19, harga kedelai telah meroket 92% sampai dengan Maret 2022 (klik kompas.com). Tentu saja hal ini berimbas kepada meningkatnya biaya produksi tempe.
Harga tahu dan tempe mungkin akan naik sampai pertengahan tahun ini. Sama seperti kebutuhan pokok umumnya yang harganya naik pada bulan puasa dan Idul Fitri. Di sisi lain, dengan ketergantungan kepada impor kedelai yang demikian besar, maka kesungguhan kita untuk meningkatkan produksi nasional tampaknya hanya utopia
Imbas konflik Rusia-Ukraina
Beda dengan tempe yang tergantung impor kedelai, untuk minyak goreng sejak 2006 Indonesia adalah pemasok minyak sawit terbesar di dunia mengungguli Malaysia. Maka minyak sawit mentah (CPO) menjadi penyumbang devisa ekspor terbesar bagi Indonesia. Namun itu ternyata tidak menjamin rakyat Indonesia mendapat minyak goreng dengan mudah.
Mendag Muhammad Lutfi mengungkap kecurigaan adanya praktik mafia minyak goreng. Untuk itu Mendag minta maaf karena tidak mampu mengatasi kisruh minyak goreng yang terjadi sejak November 2021. Namun hanya sebatas curiga, daftar nama pelaku yang katanya akan diumumkan hingga hari ini pun belum disampaikan.
Enam Permendag tentang minyak goreng yang diterbitkan Kemendag tidak ada satu pun yang meringankan rakyat. Sampai akhir minggu ketiga Maret, Kemendag gagal mengatur bagaimana rakyat mudah mendapat minyak goreng dengan harga HET. Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP Mufti Anam mengibaratkan Kemendag seperti macan ompong (klik CNN Indonesia,).
Kini setelah aturan HET dicabut, minyak goreng kemasan berbagai merk kembali terpajang di toko ritel. Jangankan rakyat, Mendag pun bingung sampai mengucapkan "dari mana datangnya minyak ini." Lalu sampai kapan turunnya harga minyak goreng diserahkan kepada mekanisme pasar?
Kenaikan harga minyak goreng juga terkait konflik Rusia-Ukraina. Dua negara ini merupakan negara produsen minyak biji bunga matahari atau sunflower. Konflik membuat produksi minyak nabati kedua negara terganggu dan pengguna minyak tersebut beralih ke CPO. Hal ini mengakibatkan naiknya harga CPO karena permintaan meningkat.
Bagaimana dengan bahan lainnya yang diperlukan untuk membuat tempe mendoan yaitu tepung. Ternyata harga tepung juga terus merambat naik. Faktor pendorongnya kenaikan harga gandum pada tahun 2021 antara lain ialah kekeringan di Amerika Utara dan Kanada.
Menurut kontan.co.id pada awal Januari 2022, kenaikan harga tepung tahun lalu berkisar 2%-3%, sampai 5%. Para produsen tepung terigu pun melakukan penyesuaian harga. Sementara kenaikan harga gandum cenderung bergerak cepat.
Bahkan Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia atau Aptindo, pada Maret 2022 memprediksi tahun ini kenaikan harga tepung terigu bisa mencapai 7-8% dibanding tahun lalu. Tren kenaikan harga terigu sebenarnya sudah terjadi di awal pandemi Covid -19.
Sama seperti pada minyak goreng, konflik Rusia dengan Ukraina menyebabkan kenaikan kenaikan harga gandum. Hal ini akhirnya berdampak meningkatnya harga tepung terigu di dalam negeri. Ukraina dan Rusia memasok 29% dari produksi gandum secara global. Mengacu data dari Badan Pusat Statistik, Ukraina berada di urutan pertama sebagai pemasok gandum ke Indonesia.
Wasana kata
Tempe setipis ATM ternyata bukan pernyataan sesaat dalam persaingan pilpres. Hal itu relevan sampai sekarang. Bersama tempe, minyak goreng dan tepung segendang sepenarian dalam komposisi sepotong mendoan.
Bila pembaca terkenang merdunya suara grup penyanyi Lexs Trio, Trio Libels, AB Three dan Trio Macan, kini ada Trio Temipung, tempe-minyak goreng dan tepung. Bedanya suara trio temipung tidak merdu. Nah jika anda penyuka mendoan, hayati ada suara parau jeritan rakyat dari sepotong mendoan yang anda nikmati (pw).
Pudji Widodo,
Sidoarjo, 25 Maret 2022 (105).
Komentar
Posting Komentar