Disebut Pecundang di Lapangan Apel
Oleh : Pudji Widodo
Makna pita Seroja
Akhir Mei 1999 di Mako Lantamal II Jakarta, satuan tempat penugasan baru saya setelah meninggalkan Bumi Timor Lorosae. Lengking peluit apel pagi yang ditiup Bintara Jaga telah berkumandang. Sebelum menuju barisan dimana seharusnya saya bergabung, saya menghampiri sekelompok perwira untuk sejenak silaturahmi.
Nah saat itulah salah seorang sejawat perwira nyeletuk ketika saya berjabat tangan dengannya. "Ah dokter, kok masih mengenakan pita seroja, kita bukan pemenang, sekarang kita cuma pecundang," Tanda kehormatan (tahor) Seroja dianugerahkan pemerintah kepada prajurit ABRI/TNI yang telah bertugas di Kolakops Timor Timur pada kurun 1975-1999. (KBBI : pecundang = orang yang kalah).
Tentu saja saya tidak bisa diam, saya segera menanggapi singkat. "Jangan begitu Mas, ini bukan soal kebanggaan. Pita Seroja ini sebagai pengingat kepada setiap generasi TNI, bahwa ada ribuan prajurit yang loyal dan berkorban jiwa melaksanakan keputusan dan pilihan politik negara".
Saya langsung pergi meninggalkan kerumunan para perwira. Saya tidak mau amarah menguasai hati. Tidak ada gunanya, bagaimanapun awal bulan Mei ketika meninggalkan Dili, saya sendiri tidak yakin prointegrasi akan menang dalam jajak pendapat yang ditawarkan Presiden Habibi.
Faktanya pada hari yang bersejarah bagi rakyat Timor Timur tanggal 30 Agustus 1999, jajak pendapat dimenangkan oleh kelompok prokemerdekaan. Jajak pendapat menunjukkan 78,5% memilih prokemerdekaan dan 21,5% memilih otonomi dalam NKRI. Pasca jajak pendapat, sesuai prakiraan, risiko konflik horizontal pun terjadi dan Indonesia dikecam masyarakat Internasional karena gagal menjamin keamanan Timor Timur.
Hasil jajak pendapat yang di fasilitasi PBB ini harus diterima sebagai kenyataan. Bukankah apa yang diupayakan PBB di Timor Timur, setara dengan peran PBB pada proses Penentuan Pendapat Rakyat (pepera) dengan hasil Irian Barat sah menjadi bagian Indonesia pada tahun 1962. Rasanya kita perlu memandang kedua hal ini seimbang.
Namun tidak semua warga Indonesia berpikiran seperti saya. Tahun 2002 PBB melalui UNTAET sebagai pemegang pemerintahan transisi menyerahkan kekuasaan kepada Pemerintah Timor Leste, maka resmi Bumi Timor Lorosae berdiri sebagai negara berdaulat. Timbul reaksi, sekitar 400 veteran Operasi Seroja, membakar surat tanda penghargaan Satya Lencana Seroja.
Para veteran dan para warakawuri penghuni Kompleks Wisma Seroja, Bekasi Utara melakukan hal tersebut sebagai bentuk kekecawaan atas kemerdekaan Timor Leste. (Liputan6.com, 21/5/2002). Kekecewaan para veteran itu adalah fenomena sosial yang juga menjadi catatan sejarah. Sebuah respon dari mereka yang merasa pengorbanannya tidak dihargai.
Kapan menjadi pemenang
Lalu kapan untuk urusan Timor Timur kita sempat menjadi pemenang ? Sejak tahun 1975, ABRI berhasil menguasai Dili, dilanjutkan dengan direbutnya kota-kota strategis dan Timor Portugis resmi menjadi provinsi ke 27 Indonesia pada 1976 dengan nama Timor Timur. ABRI selanjutnya merebut pertahanan Fretilin di Gunung Matabean dan Gunung Aitana melalui Operasi Kikis sampai tahun 1981.
Setelah operasi Kikis di Gunung Aitana, kekuatan Ftetilin dinilai jauh melemah. Inilah masa yang bisa disebut sebagai periode kemenangan fisik ABRI. Sebaliknya menurut Kiki Syahnakri semangat juang Fretilin sama sekali tidak merosot.
Selanjutnya Fretilin tetap meneruskan perjuangan dengan gerilya ditambah amplifikasi ke dunia internasional. Sementara pemerintah orba melanjutkan pembangunan Timor Timur dengan anggaran yang membuat iri provinsi lain. Sebuah upaya yang menurut Dino Pati Djalal membuktikan pembangunan ekonomi tidak otomatis menghasilkan loyalitas politik. (Liputan6.com, 29/8/2019).
Pada periode yang sama ABRI belum berhasil menumpas gerilya Falintil, sayap militer Fretilin. Bahkan mereka semakin militan, meskipun pemimpin perjuangan Xanana Gusmao berada dalam penjara Cipinang, sampai munculnya peluang besar setelah kasus Santa Cruz. Insiden Santa Cruz adalah titik balik semua upaya integrasi baik pada aspek militer maupun diplomasi.
Ada kejadian yang masih saya ingat sampai sekarang saat mengikuti upacara rutin tujuhbelasan di kantor Gubernur. Irup saat itu Gubernur Abilio Soares marah karena tidak tertibnya peserta upacara di barisan PNS. Satu persatu PNS meninggalkan barisan dan duduk-duduk berteduh di bawah pohon dekat pagar halaman kantor gubernur.
Saya pikir ini salah satu simbol resistensi dan sikap oportunis sekelompok PNS perangkat daerah Timor Timur. Mereka mau merima gaji sebagai pegawai pemerintah, tetapi tidak setia kepada NKRI. Sebuah contoh kegagalan pemerintah orba mengIndonesiakan sumber daya manusia Timor Timur.
Dalam bukunya "Timor Timur The Untold Story", Kiki Syahnakri juga mengungkap beberapa hal penyebab lepasnya Timor Timur. Pertama adanya ketidaksesuaian doktrin operasional pada level petunjuk lapangan dengan persenjataan; teknologi militer; maupun ancaman. Kedua, kurang memegang prinsip operasi gerilya lawan gerilya. Ketiga, tidak memanfaatkan otoritas adat. Keempat, kurang terpadunya keterpaduan operasi yustisi, operasi militer dan pembangunan. Kelima karena perilaku negatif aparat dan korupsi (Syahnakri K, 2013 : 329 - 353).
Menarik mencermati pendapat Kiki Syahnakri tentang penerapan UU Pemerintahan Desa, yang meminggirkan peran otoritas adat. Sebagai contoh pada tingkat desa dan RW/RT pemerintah mengangkat personel baru yang tidak bertalian dengan struktur adat. Hal ini memicu ketidakpuasan dan resistensi, meskipun pemerintah Orba telah royal membangun fisik infrastruktur Timor Timur.
Banyak buku yang mengupas sejarah integrasi Timor Timur. Namun menurut Dino Pati Djalal, kegagalan integrasi tak pernah resmi menjadi materi pembahasan di berbagai Lembaga Pendidikan yang beranah pertahanan. Tidak pernah ada penjelasan dari mimbar ilmiah ilmu militer, mengapa kita gagal menumpas GPK Timor Timur selama 23 tahun.
Bandingkan dengan Srilanka yang berhasil menghabisi gerakan Macan Tamil melalui upaya perundingan dan operasi militer selama 24 tahun (1985-2009). Padahal selain pasukan darat, Macan Tamil juga memiliki armada pasukan laut, pasukan udara dan membentuk Kepolisian Tamil Eelam (5).
Rekonsiliasi dua bangsa
Pada monumen Seroja di Mabes TNI Cilangkap, tertera 3.804 nama pejuang Seroja yang gugur di Timtim. Mereka yang gugur dan cacat sebagai veteran telah membuktikan taat kepada pilihan politik pemerintah. ABRI masuk ke Timor Portugis karena adanya permintaan sebagian warga Timor Portugis yang diwakili empat partai minus Fretilin.
Empat partai tersebut adalah APODETI - Associação Popular Democrática Timorense, UDT - União Democrática Timorense, KOTA - Klibur Oan Timor Asu’wain dan Partido Trabalhista. Empat partai tersebut menginginkan bergabung dengan Indonesia setelah ditinggalkan kolonialis Portugis. Keinginan tersebut dinyatakan dalam Deklarasi Balibo pada 30 November 1975.
Lebih dari itu, ABRI masuk ke Timor Portugis berdasarkan perkembangan lingkungan strategis perang dingin. Amerika Serikat, Indonesia dan Australia tidak mau Timor Portugis menjadi Vietnam kedua. Dengan demikian pilihan sikap Indonesia tersebut atas restu AS yang tidak inginTimor Portugis yang merdeka akan menjadi basis komunis.
Ketika tujuannya telah tercapai, AS membiarkan Indonesia sendirian menanggung beban tudingan pelanggaran HAM. AS dan pihak yang mendukung Indonesia masuk Timor Portugis lalu cuci tangan. Dari sikap politiknya, maka AS layak disebut pecundang (KBBI, arti lain pecundang : penipu, penghasut).
Hingga kini perilaku AS sebagai negara adidaya tidak berubah. Korban terakhir AS sebagai pecundang adalah Ukraina. Mesin perang Rusia menggempur dan membuat Ukraina babak belur serta rakyatnya menderita, gara-gara "PHP" yang diberikan AS kepada Ukraina. Amerika menjadikan Ukraina sebagai arena menguji sikap Rusia terhadap Ukraina yang berminat menjadi anggota NATO.
Kembali ke soal Timor Timur, ini pengalaman berharga bagi Indonesia kekinian untuk konsisten dengan sikap politik luar negeri yang bebas aktif. Namun ibarat pasca operasi bedah, timbul sikatrik di bekas luka yang kadang terasa nyeri. Demikian pula kenangan atas gugurnya ribuan prajurit ABRI pada operasi Seroja Timor Timur tak mungkin dilupakan begitu saja. Namun jauh lebih utama bila mengedepankan upaya membangun rekonsiliasi Indonesia dan Timor Leste sebagai dua bangsa bertetangga.
Penutup
Perjalanan dan pengalaman hidup berbangsa bersama Timor Timur akan menjadi memori kolektif bangsa. Hal ini mengingatkan bahwa setiap keputusan dan kebijakan pemerintah, yang membawa pengaruh pada semua aspek kehidupan bangsa akan menjadi catatan sejarah.
(foto rak minyak goreng kosong di toko ritel, sumber : finance.detik.com, 1/2/2022)Pembangunan IKN baru kelak akan dikenang sebagai prestasi, tetapi kegagalan mengatasi masalah distribusi minyak goreng, juga akan diingat rakyat. Kepada mereka yang diberi amanat namun gagal mengatasi kisruh minyak goreng, seorang anggota Komisi VI memberi julukan macan ompong. Bukan hanya saya yang disebut sebagai pecundang, merujuk kepada KBBI, maka menurut rakyat sang macan ompong ini juga termasuk golongan pecundang.
Pudji Widodo,
Sidoarjo, 21 Maret 2022 (103)
Sumber : Klik [1], [2], [3], [6]
4. Syahnakri K. Timor Timur The Untold Story. Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2013.
5. Sukarjaputra YK. Auman Terakhir Macan Tamil, Perang Sipil Srilanka 1976 - 2009. Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2010.
6. Foto. finance.detik.com.
Kisah Cerita Yang Luar Biasa.
BalasHapusTerima kasih telah singgah di lapak saya.
HapusSalam hormat.