"Waduh Ayah, Pramuka Tuh Membosankan"
"Waduh Ayah, Pramuka Tuh Membosankan"
(Ilustrasi Pramuka, sumber gambar : ruang guru)
Oleh : Pudji Widodo
Hari ini Selasa 14 Agustus 2018 adalah Hari Pramuka Indonesia dan pasti akan diperingati oleh para anggota pramuka pada berbagai tingkat organisasi baik di pusat maupun daerah.
Para anggota pramuka yang saya maksudkan adalah mereka sebagai aktifis gerakan, pengurus organisasi kwartir pramuka di berbagai tingkatan, pembina pramuka gugus depan yang direkrut khusus oleh sekolah maupun guru yang ditunjuk menjadi pembina dan menjalaninya dengan terpaksa, serta para murid yang penuh minat maupun yang sekedar melaksanakan kewajiban mengikuti kegiatan ekstra kurikuler sekolah.
Sebagai mantan peserta didik Gugus Depan Pramuka-177 Surabaya, saya terkenang almarhum Pak Gatot Guru saya di SMP dan SMA di Surabaya.
Beliau adalah guru kesenian yang merangkap sebagai pembina pramuka. Beliau bukan hanya piawai mengajar di kelas, tapi juga mampu membuat kami betah bergiat di pramuka melalui kegiatan berkesenian di alam bebas.
Pernah kami diajak ke daerah Gunung Anyar Surabaya, dulu masih merupakan kawasan rawa dan tambak, sekarang sudah menjadi pemukiman padat. Kami berperahu menuju lokasi tertentu, di tempat yang telah beliau rencanakan kami buka peralatan menggambar kami.
Saya ingat tema perspektif adalah pelajaran menggambar yang relatif sulit bagi beberapa teman, tapi di alam bebas dalam suasana yang sangat cair, tidak ada peserta didik yang merasa tertekan.
Beberapa teman kami malah terbuka menyampaikan : "Pak saya daripada menggambar tidak kunjung selesai, lebih baik saya ditugasi bakar ikan saja". Ya potensi dan kemampuan peserta didik berbeda, tetapi peghargaan terhadap peran masing-masing tetap dapat ditumbuhkan dalam kebersamaan kegiatan.
Saya juga terkenang kepada almarhum Kak Suharsono, entah waktu itu honornya berapa sebagai pengajar tidak tetap kepramukaan, tapi saya yakin beliau mempunyai sumber nafkah yang lain.
Kalau bukan karena motivasi yang tinggi sebagai aktifis, sulit membayangkan menjadi Kak Har, yang menyumbangkan waktunya untuk aktif membina kami di kegiatan pramuka di tengah tuntutan beaya hidup yang tidak ringan.
Tiga regu menuju ke Jogyakarta dengan kereta api, ramai-ramai mengurus restitusi tiket pelajar, long march menelusuri rute Raden Wijaya dari Singosari Malang ke Surabaya, mengikuti kegiatan di tingkat provinsi dan nasional adalah contoh banyak kegiatan lain yang difasilitasi almarhum.
Waktu berlalu, spirit pramuka ikut mewarnai perjalanan hidup saya khususnya sebagai prajurit TNI. Maka saya pun mendorong anak saya saat dia masih di tingkat SMP, apa komentar anak saya? "Malas Pa, mboseni, gitu2 aja kegiatannya". Artinya anak saya pernah menjalani, tapi malas meneruskan mengikuti kegiatan pramuka. Inilah tantangan orangtua, sekolah, pemerhati dan pejabat pendidikan serta aktifis gerakan Pramuka.
Saya yakin bukan hanya anak saya saja yang merasakan, tapi juga jutaan remaja yang lain yang berpendapat pramuka kalah menarik dibanding kegiatan lain. Tantangannya adalah bagaimana membuat kegiatan lain terintegrasi dalam aktifitas kepramukaan. Berat memang, apalagi di era milenial ini. Tapi bukan berarti tak bisa.
Mengambil polanya almarhum Pak Gatot, mengapa tidak dicoba mengajak peserta didik hunting fotografi, bukankah anak-anak sebagian besar adalah pengguna HP smartphone.
Aktifitas penelusuran jejak yang sudah jadul, dilaksanakan dengan mengajak peserta didik menyusuri kawasan bersejarah dan memacu cinta tanah air dengan rutin mengunjungi museum. Meskipun perlu dan penting, tidak selalu cinta tanah air dibangun dengan mengenalkan pengorbanan pahlawan di medan perang.
Sekali-kali bawalah berkunjunglah ke museum Bank, biar anak-anak tahu bagaimana bangsa ini mewujudkan kedaulatan negerinya dengan mempunyai mata uang sendiri dan mencetak ORI, Oeang Repoeblik Indonesia. Perang yang relevan di jaman ini diantaranya adalah perang melawan plastik, mengapa tidak mencoba membuat bank sampah di gugus depan pramuka sekolah, dengan itu anak-anak dapat membeayai kegiatan tanpa tergantung kepada dana operasional sekolah dan orangtua.
Di tengah beratnya tantangan pembinaan dan pendidikan generasi muda sekarang, saya tidak meragukan potensi strategis pramuka untuk menyumbang peran mengelola anak muda sebagai bonus demografi.
Banyak organisasi, lembaga apalagi parpol yang ingin berkiprah membangun negeri ini melalui jalur pembinaan generasi muda sebagai kader-kadernya. Sayangnya pola pembinaan lebih bernuansa tujuan politik identitas. Maka membangun spirit kebangsaan, mengatasi ancaman diintegrasi bangsa dan meghargai kebhinekaan, menumbuhkan semangat kemandirian serta mengatasi rongrongan pelemahan generasi muda dari pihak asing sebagai stategi perang modern adalah tantangan besar Gerakan Pramuka Indonesia.
Semoga gerakan pramuka benar-benar dapat menjadi sarana pembentukan karakter generasi muda bangsa, jangan sampai ada yang menggunakannya sebagai kendaraan politik untuk sasaran jangka pendek menjadi penguasa.
Selamat memperingati Hari Pramuka, jadilah Pandu Ibu Pertiwi kita.
Salam Pramuka.
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul ""Waduh Ayah, Pramuka Tuh Membosankan"", Klik untuk baca : Klik kompasiana.com, 14/8/2018.
https://www.kompasiana.com/pudji83367/5b7265546ddcae623f3deed2/waduh-ayah-pramuka-tuh-membosankan?page=all#section1
Sumber gambar ilustrasi : Klik ruang guru
Komentar
Posting Komentar